1.
Qurban
Kata
“Qurban” berasal dari kata qarraba – yuqarribu – qurbaanan, yang berarti “
pendekatan diri “. Dalam istilah agama berarti usaha pendekatan diri kepada
Yang Maha Kuasa, yang realisasinya dengan menyerahkan sebagian nikmat yang
telah diterima dari Allah SWT dan diserahkan kepada Allah SWT.
2.
Sejarah Qurban
Disebutkan
dalam al-Qur’an ayat 27 Surat
Al-Maidah, bahwa Qurban telah dilakukan oleh kedua anak Adam :
“Ceritakan kepada mereka kisah kedua putra Adam (Habil
dan Qabil ) menurut agama yang sebenarnya ketika keduanya mempersembahkan
Qurban, maka diterima dari seorang dari mereka berdua (Habil ) dan tidak
diterima dari yang lain (Qabil). Ia berkata (Qabil) : “Aku pasti membunuhmu”.
(Habil) berkata : “ Sesungguhnya Allah hanya menerima (Qurban ) dari
orang-orang yang takwa”.
Menurut
Mufassirin, kedua anak Adam itu adalah Qabil, yang melakukan Qurban dengan
memberikan hasil tanamannya yang jelek-jelek, sedang Habil berqurban dengan
menyembelih seekor kambing yang baik. Dari informasi itu dapat kita ketahui
bahwa qurban telah dilkukan orang sejak jaman Nabi Adam As.
Melihat
kandungan ayat 107-108 Surat Ash-Shaffat (37), Ibrahim As melaksanakan perintah
dari Allah SWT untuk mengurbankan anaknya yang kemudian menjadi tuntunan untuk
melaksanakan Qurban yang diabadikan, ayat tersebut adalah :
Dan kami tebus anak itu dengan seekor sembelihan yang
besar. Kami abadikan anak Ibrahim (pujian yang baik ) dikalangan orang-orang
yang datang kemudian “.
Syariat berqurban dengan menyembelih binatang ternak tersebut menjadi
syariat untuk umat nabi Muhammad. Ibadah qurban itu disyariatkan kepada umat
Muhammad pada tahun kedua dari Hijrah Nabi SAW. Sebagaimana disyariatkan shalat
‘Idul Adha, shalat ‘Idul Fitri dan Zakat.
3.
Dasar Perintah Berqurban
Ibadah qurban menjadi syari’at Muhammad berdasarkan firman Allah SWT :
a.
Surat Al- Kautsar (108) ayat 1 dan 2 :
Sesungguhnya kami telah memberikan kepadamu nikmat
yang banyak. Maka dirikanlah shalat karena tuhan-Mu, dan berqurbanlah”.
b. Surah Al Hajj (22) ayat 36 :
Dan telah kami jadikan untuk kamu unta-unta itu
sebagian dari pada syi’ar Allah, kamu memperoleh kebaikan yang banya
daripadanya, maka sebutlah olehmu nama Allah ketika kamu menyembeluh dalam
keadaan berdiri (dan telah terikat ). Kemudian apabila telah roboh (mati), maka
makanlah sebagiannya dan beri makanlah orang yang rela dengan apa yang ada
padanya (yang tidak minta) dan orang yang meminta. Demikianlah Kami menundukkan
unta-unta itu kepada kamu, mudah-mudahan kamu bersyukur.
c.
Hadis Nabi SAW riwayat Ahmad dan Ibnu Majah, dari Abu Hurairah : “Barang
siapa yang mendapatkan keluasaan (rizki untuk berqurban), tetapi ia tidak
berqurban (dengan menyembelih binatang) maka janganlah mendekati tempat ahalat
Kami”.
4.
Hukum berqurban
a. Orang yang
telah bernadzar akan berqurban, wajib
baginya melaksanakan nadzar tersebut. Hal itu berdasarkan hadis Nabi SAW
yang diriwayatkan oleh Bukhori dan Muslim.
“ Barang siapa bernadzar untuk taat kepada Allah maka laksanakan”. (HR. Bukhori dan
Muslim)
b. Orang
yang mampu (kaya) menyembelih hewan Qurban
adalah hukumnya wajib, sebagaimana sabda Nabi Saw yang telah disebutkan
diatas.
Adapun menururt para ulama ada beberapa kriteria untuk mrnggolongkan
seseorang itu mampu atau kaya :
1. Menurut sebagian ulama, jika
seseorang itu telah memiliki uang nishab zakat.
2. Menurut ulama lain, seseorang itu
digolongkan kaya atau mampu adlah orang yang mampu memebeli harga hewan Qurban,
sekalipun dengan berhutang asal nanti dapat melunasi hutangnya itu.
Terlepas dari hukum berqurban, seyogyanya bagi orang yang mempunyai kemampuan berqurban hendaknya
mau melaksanakan ibadah Qurban, berdasarkan “fastabiqul khairot” dalam rangka
mentaati Allah dan ittiba’ Rasulullah, Sebagaiman
tersebut pada hadis ( no. 3a & c ).
5.
Hikmah berqurban
a. Berdasarkan ayat 37 surat Al Hajj (22), bahwa berqurban itu merupakan
realisasi taqwa:
“Daging-daging unta dan darahnya
itu sekali-kali tidak dapat mencapai (keridhoan) Allah, tetapi ketaqwaan
daripad kamulah yang dapat mencapainya.
Demikianlah
Allah telah menundukannya untuk kamu supaya kamu mrngagungkan Allah terhadap
hidayahNya kepada kamu. Dan berilah kabar gembira kepada orang-orang yang
berbuat baik.
b. Hadis riwayat At Tairmidzi dari
Aisyah, hadis itu menunjukan betapa besarnya pahala besarnya bagi orang yang
berqurban. Hadis tersebut berbunyi : Dari Aisyah r.a. ia berkata, “ tidak
ada satupun perbuatan manusia dari suatu perbuatan pada hari raya Nahr yang
lebih disukai oleh Allah daripad mengalirkan darah (menyembelih Qurban).
Sesungguhnya orang yang berqurban itu akan datang pada hari kiamat dengan
membawa tanduk, bulu dan kuku binatang Qurban itu (sebagai bukti). Sesungguhnya
darah yang mengalir itu lebih cepat sampainya kepada Allah daripada jatuhnya
darah ke tanah. Maka berbuatlah sebaik-baiknya dengan berqurban, dengan
mensucikan diri (ikhlas)”. (HR. At Tirmidzi, ibnu Majah dan Hakim).
6.
Macam-macam Binatang
Hewan yang
dapat untuk berqurban adalah binatang
ternak, sebagaimana tercantum dalam ayat 34 surat al Hajj (22) :
“Dan bagi
tiap-tiap umat telah kami syari’atkan penyembelihan (Qurban), supaya mereka
menyebut Nama Allah terhadap binatang ternak yang telah dirizkikan Allah kepada
mereka, maka Tuhanmu ialah Tuhan Yang Maha Esa, karena itu berserah dirilah
kepada Nya. Dan berilah kabar gembira kepada orang-orang yang tunduk patuh
(kepada Allah)”.
Yang
termasuk kedalam pengertian binatang ternak di kalangan ulama, menyebutkan
bahwa binatang ternak itu adalah : unta,
sapi, (kerbau termasuk sapi), kambing termasuk domba dan biri-biri.
Tentang
keutamaan hewan mana yang disembelih untuk qurban, karena di dalam Al Qur’an disebutkan secara umum,
maka para ulama menginterprestasikannya menurut faham masing-masing.
Ulama
Syafi’Iyah dan Hambaliyah berpendapat bahwa unta lebih utama, karena harga unta
lebih mahal dibandingkan dengan harga binatang ternak yang lainnya.
Ulama
Malikiyah mengnggap kambing lebih utama, karena kambing atau domba dijadikan
hewan qurban oleh Nabi Ibrahim sebagai ganti Ismail.
Menurut
ulama Hanafiah, yang lebih banyak dagingnya adalah yang lebih utama.
Kita tidak
perlu mempetentangkan hewan mana yang
lebih utama untuk disembelih sebagai hewan qurban. Karena baik penyembelihan
unta maupun kambing dilakukan oleh nabi Muhammad Saw, bahkan di dalam Al qur’an
disebutkan secara umum yakni “Bahiimatul An’aam” yang pengertiannya meliputi
semua ternak termasuk sapi, dan di Indonesia termasuk pula kerbau.
Allah
menyebutkan secara umum terhadp binatang ternak tersebut. Hal itu mengandung
kemudahan (hikmah) bagi yang hidup di berbagai daerah yang berbeda-beda . bagi
orang Indonesia
barangkali suka makan daging qurban berupa hewan sapi atau kambing daripada
unta, sekalipun harga unta itu lebih mahal.
7. Kriteria Binatang Qurban
a.
Prinsipnya, binatang yang disembelih untuk Qurban hendaknya yang baik
dan tidak cacat. Pada hadis riwayat Bukhari dan Muslim, Nabi berqurban dengan
menyembelih kambing yang bagus dan enak dipandang, Hadits Rasulullah :
Dari Anas semoga Allah meridhoinya, berkata: “
Bahwasnya Nabi Saw telah berqurban dengan dua ekor kibas yang enak dipandang
mata lagi mempunyai tanduk. Beliau menyembelih sendiri dengan membaca Basmallah
dan bertakbir.”
Sebaliknya,
binatang yang cacat tidak memenuhi kriteria untuk dijadikan hewan qurban.
Mengingat Allah SWT telah berfirman dalam Surat Al Imran(3) ayat 92 :
”Kamu sekali-kali tidak sampai kepada kebaktian (yang
sempurna), sebelum kamu menafkahkan sebagian harta yang kamu cintai. Dan apa
daja kamu nafkahkan , maka sesungguhnya Allah mengetahuinya “.
Dalam pada
itu, nabi Saw telah memberikan kriteria hewan yang tidak memenuhi syarat untuk
berqurban ada empat. Yaitu berdasarkan pada
hadis riwayat At Tairmidzi.
Bersabda Nabi Saw, “ Empat binatang yang tidak boleh
dijadikan binatang Qurban, yaitu yang buta lagi jelas kebutaannya, yang sakit
lagi jelas sakitnya, yang pincang lagi jelas pincangnya, dan binatang kurus
kering dan tidak bersih”.
Tegasnya,
empat macam binatang yang tidak memenuhi kriteria itu adalah :
1)
Hewan yang jelas cacat matanya, yakni buta
2)
Hewan yang sakit
3)
Hewan yang pincang
4)
Hewan yang sangat kurus, tidak berdaging
b.
Kriteria yang berkaitan dengan umur, berdasarkanbeberapa hadis dapat
dipaparkan:
1. Unta yang dapat disembelih untuk Qurban adalah yang telah berumur 5
(lima) tahun, untuk sapi telah berumur 2 (dua) tahun, dan untuk kambing telah
berumur 1 (satu) tahun, itulah yang disebut “Musinnah”. Hadits yang menyatakan
hal ini adalah hadits riwayat Muslim : “Dari jabir bahwasanya Rasulullah saw
bersabda, “jangan kamu sembelih sebagai binatang Qurban, kecuali yang telah
“Musinnah”. Jika kamu sukar memeperolehnya, maka sembelihlah kambing yang masih
muda “.
2. Mengenai syarat umur itu tidak mutlak, karena pada akhir hadits
dinyatakan, “kalau kamu tidak memperolehnya, maka sembelihlah anak kambing”.
Dalam keadaan yang sukar mendapatkan hewan
yang telah mencapai umur diatas, kurang dari itupun diperbolehkan.
Tetapi ingat, hal itu hanya sebagai keringanan kalau memang tidak didapati
hewan yang telah cukup umurnya.
Hadits
lain yang dapat kita jadikan dasar tentang keringanan tersebut adalah Hadits
Riwayat Bukhari Muslim :“Berkata ‘Uqbah bin Amir, aku berkata :”Ya
Rasulullah, aku hanya memperoleh anak kambing”, Rasulullah menjawab :
“Berqurbanlah dengan anak kambing itu”
c.
Mengenai jenis hewan qurban dari jenis jantan, hal itu bukanlah
syari’at, melainkan suatu keutamaan menurut ulama Syafiiyah. Jadi hewan dari
jenis betina juga telah mencukupi untuk disembelih sebagai hewan qurban,
apabila jantan tidak didapati.
8.
Jumlah Hewan Qurban
a. Sesorang telah dianggap cukup melakukan ibadah Quban dengan menyembelih
seekor kambing. Hal itu telah disabdakan oleh Nabi SAW yang diriwayatkan oleh
Bukhari dan Muslim, berbunyi : “Dari Jundud Bin Sufyah ia berkata : “saya
bersama Nabi SAW melaksanakan ‘Idul Adha, setelah selesai shalat bersama orang
banyak, beliau melihat seekor kambing yang sudah disembelih, kemudian beliau
besabda (sebagai peringatan) :”Barangsiapa yang menyembelih qurban sebelum
melaksanakan shalat hendaklah menyembelih seekor kabing sebagai gantinya. Dan
barang siapa yang belum menyembelih hendaknaya dalam menyembelih mendasarkan
dengan nama Allah SWT”. (HR Bukhari Muslim).
b.
Binatang unta, sapi, kerbau, satu ekor dari binatang tersebut mencukupi
untuk berqurban 7 orang. Hal itu berdasarkan kepada Hadits riwayat Muslim, Abu
Dawud dan At-Tirmidzi : “ Dari Jabir berkata : “pada tahun perjanjian
Hudaibiyah, kami menyembelih Qurban bersama Nabi Saw, seekor unta untuk tujuh
orang dan seekor sapi juga untuk tujuh orang. “ (HR Muslim, Abu Dawud,
At-Tirmidzi)
Keterangan
berqurban seekor hewan qurban untuk seorang diri adalah merupakan ketentuan
minimum. Seseorang yang mampu berqurban lebih dari satu ekor dan masyarakat
sangat membutuhkan itu lebih lebih baik. Menurut riwayat dari Bukhari dan
Muslim, Nabi Saw pernah berqurban dua ekor kambing. Bunyi hadits tersebut
adalah :“Diriwayatkan dari Anar r.a ia berkata, “Bahwa sesungguhnya Nabi Saw
telah berqurban dengan menyembelih dua ekor kambing yang menyenangkan dipandang
mata(putih), dan kambing itu mempunyai tanduk. Binatang Qurban itu, beliau
sembelih sendiri dengan membaca basmala dan takbir.” (HR. Bukhori dan Muslim)
9. Qurban atas
nama diri dan keluarganya :
Satu hewan
kurban bisa untuk satu orang berikut keluarganya. Demikianlah yang dilakukan
oleh Rasulullah saw. ketika menyembelih kurban beliau mengucap, “Ini kurban
dari muhammad dan keluarganya.” Abu
Ayyub juga berkata, “Pada masa Nabi saw orang menyembelih seekor kambing
atas nama dirinya sendiri dan keluarganya. Akan tetapi kemudian banyak orang
yang bermegah-megahan sehingga menjadi seperti yang kalian lihat sekarang.”
10.
Waktu Menyembelih Binatang Qurban
Waktu menyembelih
binatang Qurban adlah pada tanggal 10 Dzuhijjah sesudah Shalat ‘dul
Adha, batas akhir sampai terbenamnya matahari pada tanggal 13 Dzulhijjah.
tanggal 11,12 dan 13 adlah hari Tasyriq.
Dasar penentuan waktu tersebut adalah
ayat 28 surat Al Hajj .
“Supaya mereka mempersaksikan berbagai manfaat
bagi meeka, dan supaya mereka menebut nama Allah pada hari yang telah
ditentukan, atas rizki yang telah Allah berikan kepadanya bearupa ternak.”
Para
mufassirin dalam mengartikan “ayyaamanma’luumaat” itu hanya 3 (tiga) hari,
sehari pada tanggal 10 Dzulhijjah yakni pada hari raya ‘Idul Adha, dan dua hari
sesudahnya yakni tanggl 11 dan 12
Dzulhijjah. Dasar menetapkan 3 hari ini adalah menurut riwayat yang berasal
dari Ali, Umar dan Ibnu Abbas yang menyatakan bahwa hari penyembelihan itu 3
hari dan hari yang utama adalah hari yang pertama.
Menurut Aj Jaila’iya, riwayat ini gharib (asing)
sekali. Kata Ibnu Umar, bahwa penyembelihan itu bisa dilakukan juga pad dua
hari sesudah hari raya ‘Idul Adha.
Waktu
penyembelihan hanya tiga hari ini dianut oleh pengikut Hanafiyah dan Malikiyah,
juga termasuk pengikut Hanabilah. Pengikut Syafi’iyah membolehkan menyembelih
pada hari ketiga sesudah hari raya ‘Idul Adha, berarti waktu penyebbelihannya
ada 4 (empat) hari. Hari pertama ketika
hari raya ‘Idul Adha dan tiga hari berikutnya adalah hari taysriq.
Hari
Tasriq (tanggal 11,12 dan 13 Dzulhijjah) termasuk hari-hari untuk penyembelihan hewan Qurban. Hal ini
telah dinyatakan dalam hadist Nabi Saw yang diriwayatkan oleh Ahmad dari
sahabat Jabir bin Muth’am :” ….. semua hari tasriq adalah waktu
penyembelihan (hewan qurban) “. (HR. Ahmad)
Adapun
orang yang menyembelih hewan Qurban sebelum dilaksanakannya shalat ‘Idul Adha,
maka penyembelihan hewan itu tidak terhitung sebagai ibadah Qurban, sebagaimana
telah dijelaskan oleh Nabi Saw didalam riwayat Bukhori Muslim sebagai berikut :
Nabi Saw. Bersabda : “ Barang siapa yang menyembelih
(hewan Qurban) sebelum shalat ‘Idul
Adha, maka ia menyembelih untuk dirinya sendiri. Dan orang yang menyembelihnya
sesudah shalat ‘Idul Adha, maka sesungguhnya sempurnalah ibadahnya, dan telah
mengikuti sunnah kaum muslimin. “ (HR. Bukhari dan Muslim)
Waktu
yang utama dalam melaksanakan penyembelihan hewan qurban adalah siang hari,
sekalipun penyembealihan yang dilakukan pada malam hari juga diperbolehkan.
11. Orang Yang Berhak Menyembelih Binatang Qurban
Yang menyembelih binatang Qurban diutamakan dilakukan
oleh orang yang berqurban (shahibul Qurban). Hal ini sesuai dengan hadits Nabi Saw yang diriwayatkan oleh Ahmad r.a : “Dalam menyembelih binatang Qurbannya, Nabi
melakukannya dengan tangannya sendiri “. (HR. Ahmad).
Namun boleh juga penyembelihan itu dilakukan oleh
orang lain sebagai wakil Shahibul Qurban. Penyembelihan binatang Qurban
sekarang dikoordinir oleh panitia Panitia menawarkan diri untuk mengkoordinir
penyembelihan dan pembagian daging Qurban. Atau kadang-kadang Shahibul Qurban
memang tidak mamapu menanganinya sendiri sehingga ia minta tolong kepada
panitia. Biasanya panitia memanggil orang yang ahli menyembelih dan menguliti hewan tersebut. Timbul
persoalan siapa yang menanggung ongkos atau biaya penyembelihan itu ?
Jika
dilihat dari segi pelaksanaan
penyembelihan binatang Qurban itu lebih utama dilakukan sendiri orang Shahibul
Qurban, maka apabila penyembelihan dan menguliti nya itu diupahkan, ongkosnya
dapat dibebankan kepada Shahibul Qurban. Karena panitia yang menawarkan jasa
menangani pelaksanakan Qurban itu maka
biaya penyembelihan dan menguliti itu dapat juga dibebankan kepada panitia.
Atau panitia membuat ketentua bagi orang yang menyerahkan hewan Qurban kepada
panitia hendaknya disertai biaya untuk perawatannya.
12. Penyembelihan Hewan Qurban
a. yaitu penyembelihan hewan ternak selain unta.
b. yaitu penyembelihan hewan unta
Penyembelihan hewan ternak selain unta, yaitu dengan
cara memotong urat leher di tengah dan
dua urat yang berada di samping kanan dan kiri leher. Adapun penyembelihan
hewan ternak unta yang diberi tali, sehingga unta itu cepat mati.
Syarat
penyembelihan
1. Menyembelih dengan alat yang tajam, yang
dapat mengalirkan darah. Hal ini berdasarkan hadits riwayat Muslim dari
Sidad bin Aus :
“ Rasulullah Saw pernah bersabda : “Allah Ta’ala
mewajibkan berbuat baik terhadap segala sesuatu. Maka jika kamu sekalian
membunuh, hendaklah dengan cara yang baik, apabila kamu menyembelih, hendaklah
bersikap baik dalam menyembelih itu. Dan menggunakan alat penyembelihan yang
tajam dan menunggu sampai mati (mengulitinya).” (HR. Muslim).
2. Sasaran yang dipotong adalah urat nadi yang dalam tenggorokan dan
leher, agar binatang yang disembelih itu cepat mati. Sebagaimana yang telah
diriwatkan oleh Ad Daruqudni, bahwa Nabi
Saw bersabda :
“(dalam menyembelih) hendaklah memotong urat nadi
yang ada dalam leher dan tenggorokan “. (HR Ad-Ddaruqudni).
Apabila
hewan itu menjadi buas atau bersembunyi, sehingga mengalami kesulitan dalam
membunuh dengan memotong urat nadi tersebut, maka diperbolehkan hewan itu
disembelih dengan cara hewan itu dikenai alat yang tajam yang dapat mematikan.
Pada waktu melepas atau melempar alat itu disertai membaca basmalah. Hal ini
berdasarkan riwayat dari Bukhari dan Muslim :
“Kami bersama Nabi Saw dalam suatu bepergian, maka
lepaslah seekor unta dari suatu kaum, sedangkan tiada kuda untuk mengejarnya.
Maka seorang dari mereka melepaskan anak panah untuk menahan (membunuh unta
itu). Kemudian Rasulullah Saw bersabda : “Sesungguhnya binatang itu mempunyai
siafat buas, sebagaimana buasnya biantang liar. Maka bagaimanapun yang dapat kamu lakukan terhadap binatang
itu, maka tempuhlah”. (HR. Bukhari Muslim).
3. Penyembelih itu hendaknya orang muslim dan sudah akil baligh baik
laki-laki maupun perempuan. Tiada halangan kita makan daging dari penyembelihan
seorang ahli kitab. Hal itu berdasarkan :
a. Surah Al-An’am (6) ayat 118 : “ Maka makanlah binatang-binatang
(yang halal) yang disebut Asma Allah ketika menyembelihnya jika kamu beriman
kepada ayat-ayatnya”.
b.
Surat Al-Maidah (5) ayat 5 :
“Pada hari ini dihalalkan bagimu yang baik-baik,
makanlah yang disembelih orang yang diberi Al-Kitab itu halal bagimu, dan
makanan kamu halal pula baginya…………….”.
4.
Dalam menyembelih binatang itu dengan membaca Basmalah. Hal ini
didasarkan pada :
a.
Firman Allah SWT Surat Al-An’am ayat 118, 121 dan ayat 145 :
Ayat 118 surat
Al-An’am dapat dibaca pada point 3 (a). Ayat 121 :
“Dan janganlah kamu makan binatang-binatang yang tidak
disebut Asma Allah ketika menyembelihnya sesungguhnya perbuatan seperti itu
adalah suatu kefasikan………..”.
Ayat 145 :
“Katakanlah : “Tiada kau peroleh dalam wahyu yang
diwahyukan kepadaku, sesuatu yang diharamkan bagi orang yang hendak memakannya,
kecuali jika makanan itu bangkai, darah-darah yang mengalir atau daging babi,
(karena semua itu kotor) atau binatang yang disembelih atas selain Allah”.
b.
Hadits riwayat Jamaah dari Rabi’bin Hudaidah :
“Dari Rafi’bin
Hudaidah ia bertanya :”Ya Rasulullah kami akan bertemu dengan musuh besok, dan
kita akan menyembelih binatang tetapi tidak mendapatkan pisau, maka Nabi
bersabda : “Gunakanlah alat yang dapat mengalirkan darah dan sebutlah Nama
Allah, maka makanlah daging yang tidak disembelih dengan gigi atau kuku, dan
akan saya sebutkan alasannya. Gigi itu tulang dan kuku itu adalah pisaunya
orang Habsyi”. (HR Jamaah).
c.
Disamping hadits diatas ada lagi hadits Nabi yang memerintahkan kita
untuk membaca basmalah ketika mnyembelih binatang yaitu riwayat Bukhari dari
Abdullah bin Umar r.a:“Nabi Saw bersabda :” tidaklah aku makan (daging)
kecuali padanya disebut asma Allah SWT”. (HR Bukhari).
Apabila kita bertamu dijamu
makanan dari daging atau membeli daging dipasar kemudian kita ragu-ragu, apakah
daging yang kita makan itu pada waktu menyembelih dengan membaca basmallah atau
tidak maka untuk meyakinkan diri kita, pada waktu akan makan kita membaca
basmallah. Hal itu berdasarkan hadits riwayat Bukhari bahwa sekelompok orang
dari sahabat Nabi Saw bertanya kepadanya :” Wahai Nabi ada seseorang
menghadiahi daging kepada kami, kami tidak mengetahui apakah pada waktu
menyembelih dengan menyebut nama Allah atau tidak ! maka Nabi Saw bersabda :
“ Sebutlah nama Allah olehmu sekalian, kemudian
makanlah “. (HR Bukhari).
13. Pembagian Daging Qurban
Para
ulam sepakat bahwa :
a.
Shahibul Qurban dan keluarganya diperbolehkan makan daging qurban
darinya.
b.
Daging qurban itu diperuntukkan bagi fakir dan miskin. Hal ini
berdasarkan pada firman Allah dalam QS Al-Hajj : 36
“……….Maka apabila telah roboh (mati) maka makanlah
sebagian dan berilah orang yang tidak minta maupun yang minta minta……”
Setelah
daging qurban itu dibagi dan dimakan sendiri, sisanya diperbolehkan untuk
disimpan (diawetkan). Hal ini sesuai dengan sabda Nabi Saw yang diriwayatkan
oleh At-Tirmidzi:
“ ………….Makanlah dan bagikanlah, (jika tidak habis)
simpanlah )”
Bagi shahibul qurban berhak
makan daging qurban, itu sesuai dengan tuntunan Nabi Saw bahwa seseorang dianjurkan
tidak makan terlebih dahulu sebelum selesai mengerjakan shalat ‘Idul Adha. Hal
ini berbeda dengan shalt ‘Idul Fitri, justru dianjurkan makan terlebih dahulu.
Anjuran makan sesudah pulang dari shal ‘Idul Adha itu diharapkan yang pertamsa
kali dimakan hari itu adalah daging dari hewan qurban tersebut. Hendaknya itu
menjadi catatan bagi panitia qurban agar memberi bagian daging kepada Shahibul
qurban tidak menghendakinya.
14. Anjuran
bagi Orang Yang Akan Berqurban
Sejak awal bulan Dzulhijjah, orang yang akan berqurban
agar tidak :
a.
Memotong kuku
b.
Memotong rambut
Hal itu sesuai dengan
hadits yang diriwayatkan oleh Jamma’ah ahli hadits kecuali Bukhari, yang
berbunyi :
“Dari
Umi Salamah ra. Bahwasanya Rasulullah bersabda : “apabila kamu sekalian melihat
bulan, pada bulan dzulhijjah an salah satu dari kamu akan berqurban, maka
hendaklah ia menahan (tidak memotong) rambut dan kuku “. (HR Jama’ah kecuali
Bukhari).