Senin, 27 Desember 2010

Saatnya Introspeksi Diri di Akhir Tahun 2010



Saat ini kita berada di penghujung tahun Masehi 2010 dan awal tahun Hijriah 1432. Kondisi ini sangatlah cocok sebagai momentum introspeksi diri (muhasabah). Tujuannya, untuk mengukur seberapa sukses karya yang telah kita lakukan selama satu tahun ke belakang. Apakah kinerja kita menuju kemajuan atau malah sebaliknya menuju kemunduran. Berdasarkan evaluasi ini, kita tentukan langkah apa yang akan diperbuat di masa mendatang, baik dalam jangka tahunan, bulanan, mingguan, atau harian.
Al-Quran telah memberikan sinyal tentang pentingnya proses introspeksi ini, sebagaimana tersurat dalam QS Al-Hasyr 18-19;
Wahai orang-orang yang beriman. bertakwalah kepada Allah dan hendaklah setiap orang memperhatikan apa yang telah diperbuat untuk hari esok (akhirat), dan bertakwalah kepada Allah. Sungguh Allah maha teliti terhadap apa yang kamu kerjakan…..”
Proses evaluasi dan perencanaan berdasarkan ayat ini, bukanlah untuk kehidupan dunia semata, melainkan juga kehidupan akhirat. Setiap saat seyogyanya kita melihat amalan apa yang pernah dilakukan sebagai bekal di akhirat kelak.
Orang yang cerdas adalah orang yang mempu menahan jiwa dari berbuat maksiat dan pekerjaan yang tidak bermanfaat. Sebaliknya, orang yang lemah adalah mereka yang selalu mengikuti bisikan hawa nafsu, senantiasa berangan-angan namun tidak dipraktekkan. Perbedaan sukses dan tidaknya seseorang, terletak seberapa mampu ia menahan hawa nafsu.
Hal ini tidak hanya berlaku bagi orang islam. Orang kafir sekalipun, manakala ia mampu mengekang jiwa meraka maka ia akan menggapai puncak karir di dunia. Dalam QS As-sajdah 24, Alloh menerangkan bahwa nabi Bani Israil telah menjadi pemimpin umat, ketika mereka sabar dan tabah terhadap ujian serta yakin terhadap ayat-ayat Alloh.
“Dan Kami jadikan di antara mereka itu pemimpin-pemimpin yang memberi petunjuk dengan perintah Kami ketika mereka sabar. Dan adalah mereka meyakini ayat-ayat Kami. (QS: As Sajdah:24)”
Untuk itu, marilah kita menjadi garda terdepan untuk meraih kesuksesan. Berapa banyak karya yang telah dihasilkan bagi umat selama umur kita. Seberapa banyak amalan yang telah dilakukan dengan penuh keikhlasan. Mari bersegera menggapai ampunan sebelum terlambat.
Umar bin Al Khattab berkata : “hisablah dirimu sebelum dihisab, dan timbanglah sebelum ia ditimbang, bila itu lebih mudah bagi kalian dihari hisab kelak untuk menghisab dirimu dihari ini, dan berhiaslah kalian untuk pertemuan akbar, pada saat amalan dipamerkan dan tidak sedikitpun yang dapat tersembunyii dari kalian”
Ada 3 jenis proses introspeksi (Muhasabah) yang bisa kita jadikan acuan yakni,
1.    Muhasabah sebelum beramal. Maksudnya, apakah amalan yang akan dikerjakan sesuai dengan tuntunan rosul atau tidak, apakah sudah diniatkan karena Alloh atau bukan. Jika sudah teruskan, jika TIDAK urungkan.
2.    Muhasabah ketika sedang beramal. Maksudnya, apakah jalan yang sedang dilalui sudah benar atau belum untuk mencapai tujuan. Jika benar lanjutkan, dan jika salah luruskan lagi (belok) sebelum tersesat jauh.
3.    Muhasabah setelah beramal. Maksudnya, apakah amal yang sudah dikerjakan bermanfaat bagi umat atau tidak?. Jika tidak cari amalan lain, jika ya dan banyak pertahankan, jika ya dan sedikit, tambahlah amalan itu.

Sumber : www.nasihatislam.com

Kamis, 23 Desember 2010

MURAQABAH DAN MUHASABAH

Muqaddimah
            “(Yaitu) orang yang menjauhi dosa-dosa besar dan perbuatan keji yang selain dari kesalahan-kesalahan kecil. Sesungguhnya Tuhanmu Maha Luas ampunan-Nya. Dan Dia lebih mengetahui (tentang keadaan)mu ketika Dia menjadikan kamu masih berupa janin dalam perut ibumu; maka janganlah kamu mengatakan dirimu suci. Dialah yang paling mengetahui tentang orang yang bertaqwa”.(QS. 53:32)
            Ayat Allah SWT tersebut di atas benar-benar menyadarkan kita akan kelemahan dan kenistaan kita sebagai manusia yang sering kali berbuat kekhilafan. Bahwa seandainya pun kita terhindar dari dosa-dosa besar, kita pasti tak akan luput dari dosa-dosa kecil. Allah menegaskan bahwa kita jangan merasa dan mengklaim diri suci, karena Allah sajalah yang paling mengetahui siapa yang bertaqwa dan yang tidak. Sementara Allah juga tahu siapa diri kita sejak dari awal penciptaan, ketika masih berupa janin di rahim ibu kita, hingga kita dewasa. Namun Ia juga mengingatkan kita tentang ampunan-Nya yang luas.
            Memang hanya satu insan kamil yang ma’shum, yakni Rasulullah SAW. Beliau menjalani proses pembedahan dada dan pembersihan jiwa oleh malaikat Jibril karena beliau dipersiapkan untuk mengemban tugas mulia. Namun beliau juga pernah mengatakan bahwa kalau bukan karena rahmat Allah niscaya tak akan ada yang selamat dari siksa Allah dan neraka-Nya. “Tidak juga engkau ya Rasulullah?”. “Ya, tidak juga aku”.
            Selain sifat manusia yang lemah, mudah lupa, khilaf, kikir dan berkeluh kesah, penyebab terjerumusnya manusia ke dalam lembah kenistaan dan kemaksiatan adalah godaan syaithan yang gencar dari segala penjuru.
            Dalam QS. Az-Zukhruf:36-37, Allah SWT berfirman: “Barangsiapa yang berpaling dari pengajaran Tuhan Yang Maha Pemurah (Al-Qur’an), kami adakan baginya syaithan (yang menyesatkan). Maka syaithan itulah yang menjadi teman yang selalu menyertainya (qarin). Dan sesungguhnya syaithan-syaithan itu benar-benar menghalangi mereka dari jalan yang benar dan mereka menyangka bahwa mereka mendapat petunjuk”.
            Qarin alias syaithan yang selalu mendampingi kita, akan sukses menggoda kita, jika kita berpaling dari-Nya dan ajaran-Nya (Al-Qur’an). Sampai akhirnya kita terhalang dari jalan yang lurus dan benar. Namun ironisnya, kita tetap menyangka berada di jalan yang benar dan memperoleh petunjuk-Nya. Padahal kita sudah jauh tersesat.
            Hanya Rasulullah SAW saja yang tak dapat digoda oleh Qarin. Bahkan Qarinpun tak akan mampu menyerupai Rasulullah SAW baik ketika beliau masih hidup maupun setelah meninggal dunia.
            Menyadari begitu rentan dan lemahnya kita sebagai manusia dari godaan syaithan yang menyesatkan dan menghalangi kita dari ajaran Allah serta melalaikan kita dari mengingat-Nya, maka jelas pemahaman dan kesadaran muraqabah dan muhasabah adalah satu kemestian.

Pengertian Muraqabah dan Muhasabah
            Muraqabah adalah upaya diri untuk senantiasa merasa terawasi oleh Allah (muraqabatullah). Jadi upaya untuk menghadirkan muraqabatullah dalam diri dengan jalan mewaspadai dan mengawasi diri sendiri.
            Sedangkan muhasabah merupakan usaha seorang Muslim untuk menghitung, mengkalkulasi diri seberapa banyak dosa yang telah dilakukan dan mana-mana saja kebaikan yang belum dilakukannya. Jadi Muhasabah adalah sebuah upaya untuk selalu menghadirkan kesadaran bahwa segala sesuatu yang dikerjakannya tengah dihisab, dicatat oleh Raqib dan Atib sehingga ia pun berusaha aktif menghisab dirinya terlebih dulu agar dapat bergegas memperbaiki diri.

Urgensi Muraqabah dan Muhasabah
             Bila setiap Muslim senantiasa memuraqabahi dirinya dan menghadirkan muraqabatullah (pengawasan Allah) dalam dirinya maka ia akan selalu takut untuk berbuat kemaksiatan karena ia selalu merasa dan sadar dirinya dalam pemantauan dan pengawasan Allah.
            Kemudian bila ia juga gemar memuhasabahi dirinya karena takut pada perhitungan hari akhirat, maka bisa dipastikan akan terwujud masyarakat yang aman karena semua orang sudah memiliki pengawasan melekat. Orientasi Ukhrawi membuat seseorang senantiasa memperhitungkan segala tindak-tanduknya dalam perspektif  Ukhrawi. Ia juga akan terhindar dari penyakit Wahn (cinta dunia dan takut mati), keserakahan, kezhaliman, penindasan dan kemungkaran, karena semua keburukan itu hanya akan menyengsarakannya di akhirat kelak.
             Sebaliknya ia akan berusaha menanam kebajikan sebanyak mungkin (QS. 22:77) agar dapat menuai hasilnya di akhirat kelak. Ibnul Qayyim Al-Jauziyah pernah mengibaratkan bahwa dunia adalah ladang tempat menanam, bibitnya adalah keimanan dan ketaatan adalah air dan pupuknya. Sementara akhirat adalah tempat kita memetik atau menuai hasilnya, kelak.
             Bila demikian keadaannya, Insya Allah akan tercipta “Baldatun thayyibatun warabbun ghafur” (negeri yang baik, berkah dan dalam ampunan Allah) yang bukan sekedar slogan. Selain tercipta kemaslahatan dalam scope atau ruang lingkup negeri, Insya Allah akan tercipta pula kemaslahatan di ruang lingkup dunia internasioanal bila para Muslimnya dengan kualitas seperti itu mampu menjadi “Ustadziatul ‘alam” (soko guru dunia). Hanya dengan bimbingan dan arahan para ustadziatul ‘alam yang sekaligus khalifatullah fil ardhi sajalah, dunia akan terbebas dari bencana, kerusakan dan kemurkaan Allah (QS. 2:10-11, 30:41).
            Namun bila para Muslim tetap mengekor musuh-musuh Allah yang membenci Al-Qur’an (QS. 47:25-26) maka bahaya kemurtadan massal menghadang di depan mata dan tetap saja yahudi la’natullah alaihim yang memegang supremasi dan mengendalikan dunia serta terus menimbulkan kerusakan dan menumpahkan darah.

Tahapan-tahapannya
            Ada beberapa tahapan yang memiliki keterkaitan erat satu sama lain dan membangun sistem pengawasan serta penjagaan yang kokoh. Kesemua tahapan tersebut penting kita jalani agar benar-benar menjadi “safety net” (jaring pengaman) yang menyelamatkan kita dari keterperosokan dan keterpurukan di dunia serta kehancuran di akhirat nanti.
1. Mu’ahadah.
Mu’ahadah yakni mengingat dan mengokohkan kembali perjanjian kita dengan Allah SWT di alam ruh. Di sana sebelum kita menjadi janin yang diletakkan di dalam rahim ibu kita dan ditiupkan ruh, kita sudah dimintai kesaksian oleh Allah,“Bukankah Aku ini Rabbmu?” Mereka menjawab: “Benar (Engkau Rabb kami), kami menjadi saksi”.(QS. 7:172)
       Dengan bermu’ahadah, kita akan berusaha menjaga agar sikap dan tindak tanduk kita tidak keluar dari kerangka perjanjian dan kesaksian kita.
       Dan kita hendaknya selalu mengingat juga bahwa kita tak hanya lahir suci (HR. Bukhari-Muslim) melainkan sudah memiliki keberpihakan pada Al-haq dengan syahadah di alam ruh tersebut sehingga tentu saja kita tak boleh merubah atau mencederainya (QS. 30:30)
2. Muraqabah.
Setelah bermu’ahadah, seyogyanyalah kita bermuraqabah. Jadi kita akan sadar ada yang selalu memuraqabahi diri kita apakah melanggar janji dan kesaksian tersebut atau tidak.
       Penjelasan yang detail tentang muraqabah diuraikan dalam bagian tersendiri, karena tulisan ini memang menitikberatkan pada pembahasan tentang muraqabah dan muhasabah.
3. Muhasabah.
Muhasabah adalah usaha untuk menilai, menghitung, mengkalkulasi amal shaleh yang kita lakukan dan kesalahan-kesalahan atau maksiat yang kita kerjakan. Penjabaran lebih detail tentang muhasabah juga ada pada bagian tersendiri.
4. Mu’aqabah.
Selain mengingat perjanjian (mu’ahadah), sadar akan pengawasan (muraqabah) dan sibuk mengkalkulasi diri, kita pun perlu meneladani para sahabat dan salafus-shaleh dalam meng’iqab (menghukum/menjatuhi sanksi atas diri mereka sendiri). Bila Umar r.a terkenal dengan ucapan: “Hisablah dirimu sebelum kelak engkau dihisab”, maka tak ada salahnya kita menganalogikan mu’aqabah dengan ucapan tersebut yakni “Iqablah dirimu sebelum kelak engkau diiqab”. Umar Ibnul Khathab pernah terlalaikan dari menunaikan shalat dzuhur berjamaah di masjid karena sibuk mengawasi kebunnya. Lalu karena ia merasa ketertambatan hatinya kepada kebun melalaikannya dari bersegera mengingat Allah, maka ia pun cepat-cepat menghibahkan kebun beserta isinya tersebut untuk keperluan fakir miskin. Hal serupa itu pula yang dilakukan Abu Thalhah ketika beliau terlupakan berapa jumlah rakaatnya saat shalat karena melihat burung terbang. Ia pun segera menghibahkan kebunnya beserta seluruh isinya, subhanallah.
5. Mujahadah
       Mujahadah adalah upaya keras untuk bersungguh-sungguh melaksanakan ibadah kepada Allah, menjauhi segala yang dilarang Allah dan mengerjakan apa saja yang diperintahkan-Nya. Kelalaian sahabat Nabi SAW yakni Ka’ab bin Malik sehingga tertinggal rombongan saat perang Tabuk adalah karena ia sempat kurang bermujahadah untuk mempersiapkan kuda perang dan sebagainya. Ka’ab bin Malik mengakui dengan jujur kelalaian dan kurangnya mujahadah pada dirinya.
       Ternyata Kaab harus membayar sangat mahal berupa pengasingan/pengisoliran selama kurang lebih 50 hari sebelum akhirnya turun ayat Allah yang memberikan pengampunan padanya.
       Rasulullah Muhammad SAW terkenal dengan mujahadahnya yang luar biasa dalam ibadah seperti dalam shalat tahajjudnya. Kaki beliau sampai bengkak karena terlalu lama berdiri. Namun ketika isteri beliau Ummul Mukminin Aisyah r.a bertanya, “Kenapa engkau menyiksa dirimu seperti itu, bukankah sudah diampuni, seluruh dosamu yang lalu dan yang akan datang”. Beliau menjawab.“Salahkah aku bila menjadi ‘abdan syakuran?”.
6. Mutaba’ah.
Terakhir kita perlu memonitoring, mengontrol dan mengevaluasi sejauh mana proses-proses tersebut seperti mu’ahadah dan seterusnya berjalan dengan baik.

Muraqabah
            Muraqabah atau perasaan diawasi adalah upaya menghadirkan kesadaran adanya muraqabatullah (pengawasan Allah). Bila hal tersebut tertanam secara baik dalam diri seorang Muslim maka dalam dirinya terdapat ‘waskat’ (pengawasan melekat atau built in control) yakni sebuah mekanisme yang sudah inheren, dalam dirinya. Artinya ia akan aktif mengawasi dan mengontrol dirinya sendiri karena ia sadar senantiasa berada di bawah pengawasan Allah seperti dalam untaian ayat-ayat Allah berikut ini:
            “...Dan Dia bersama kamu di mana saja kamu berada. Dan Allah Maha Melihat apa yang kamu kerjakan”.(QS. 57:4), “Dan sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dan mengetahui apa yang dibisikkan hatinya, dan kami lebih dekat kepadanya dari urat lehernya”.(QS. 50:16), “Dan pada sisi Allahlah kunci-kunci semua yang ghaib, tak ada yang mengetahuinya kecuali Dia sendiri dan Dia mengetahui apa yang di daratan dan di lautan, dan tiada sehelai daunpun yang gugur melainkan Dia mengetahuinya (pula), dan tidak jatuh sebutir pun dalam kegelapan bumi dan tidak sesuatu yang basah atau yang kering, melainkan tertulis dalam kitab yang nyata (Lauh Mahfuzh)”.(QS. 6:59)
            (Luqman berkata) : “Hai anakku, sesungguhnya jika ada (sesuatu perbuatan) seberat biji sawi dan berada dalam batu atau di langit atau di dalam bumi, niscaya Allah akan mendatangkannya (membalasinya) sesungguhnya Allah Maha Halus lagi Maha Mengetahui”.(QS. 31:16)
            Kemudian dalam HR. Ahmad, Nabi SAW bersabda, “Jangan engkau mengatakan engkau sendiri, sesungguhnya Allah bersamamu. Dan jangan pula mengatakan tak ada yang mengetahui isi hatimu, sesungguhnya Allah mengetahui”.
            Muraqabatullah atau kesadaran tentang adanya pengawasan Allah akan melahirkan ma’iyatullah (kesertaan Allah) seperti nampak pada keyakinan Rasulullah SAW (QS. 9:40) bahwa “Sesungguhnya Allah bersama kita” ketika Abu Bakar r.a sangat cemas musuh akan bisa mengetahui keberadaan Nabi dan menangkapnya. Begitu pula pada diri Nabi Musa a.s ketika menghadapi jalan buntu karena di belakang tentara Fir’aun mengepung dan laut merah ada di depan mata. Namun ketika umat pengikutnya panik dan ketakutan, beliau sangat yakin adanya kesertaan Allah. Ia berkata, “Sekali-kali tidak (akan tersusul). Rabbku bersamaku. Dia akan menunjukiku jalan”.
            Kemudian akhirnya Nabi Ibrahim a.s juga dapat menjadi contoh agung tentang kesadaran akan kesertaan dan pertolongan Allah. Yakni ketika beliau diseret dan dibakar di api unggun, beliau tetap tenang. Dan benar saja terbukti beliau keluar dari api unggun dalam keadaan sehat wal ’afiat karena Allah telah memerintahkan makhluknya yang bernama api agar menjadi dingin dengan izin dan kehendak-Nya.

Muhasabah
            Muhasabah atau menghisab, menghitung atau mengkalkulasi diri adalah satu upaya bersiap-siaga menghadapi dan mengantisipasi yaumal hisab (hari perhitungan) yang sangat dahsyat di akhirat kelak.
            Allah SWT: “Hai orang-orang yang beriman bertaqwalah kepada Allah dan hendaklah setiap diri, memperhatikan bekal apa yang dipersiapkannya untuk hari esok (kiamat). Bertaqwalah kepada Allah sesungguhnya Allah Maha Melihat apa yang kamu kerjakan”.(QS. 59:18). Persiapan diri yang dimaksud tentu saja membekali diri dengan taqwa kepada karena di sisi Allah bekal manusia yang paling baik dan berharga adalah taqwa.
            Umar r.a pernah mengucapkan kata-katanya yang sangat terkenal:“Haasibu anfusakum qabla antuhasabu” (Hisablah dirimu sebelum kelak engkau dihisab).
             Allah SWT juga menyuruh kita bergegas untuk mendapat ampunan-Nya dan syurga-Nya yang seluas langit dan bumi, diperuntukkan-Nya bagi orang-orang yang bertaqwa.(QS 3:133)
            Begitu pentingnya kita melakukan muhasabah sejak dini secara berkala karena segala perkataan dan perbuatan kita dicatat dengan cermat oleh malaikat Raqib dan Atid dan akan dimintakan pertanggungjawabannya kelak di hadapan Allah.( QS. 50:17-18). Setiap kebaikan sekecil apapun juga akan dicatat dan diberi ganjaran dan keburukan sekecil apapun juga akan dicatat dan diberi balasan berupa azab-Nya.(QS. 99:7-8)
            Bila kita mengingat betapa dahsyatnya hari penghisaban, perhitungan dan pembalasan, maka wajar sajalah jika kita harus mengantisipasi dan mempersiapkan diri sesegera, sedini dan sebaik mungkin.
            Dalam QS. 80:34-37, tergambar kedahsyatan hari itu ketika semua orang berlarian dari saudara, kerabat, sahabat, ibu dan bapaknya serta sibuk memikirkan nasibnya sendiri. Hari di mana semua manusia pandangannya membelalak ketakutan, bulan meredup cahayanya, matahari dan bulan dikumpulkan, manusia berkata: “Kemana tempat lari?. Sekali-kali tidak! Tidak ada tempat berlindung. Hanya kepada Tuhanmu saja pada hari itu tempat kembali”.(QS. 75:7-12)
            Ummul Mu’minin Aisyah r.a bertanya kepada Rasulullah SAW apakah manusia tidak malu dalam keadaan telanjang bulat di padang mahsyar. Rasulullah SAW menjawab bahwa hari itu begitu dahsyat sampai-sampai tidak ada yang sempat melihat aurat orang lain.
            Rasulullah SAW juga pernah bersabda bahwa ada 7 golongan yang akan mendapat naungan/perlindungan Allah di mana di hari tidak ada naungan/perlindungan selain naungan/perlindungan Allah (Yaumul Qiyamah atau Yaumul Hisab). Ketujuh golongan itu adalah Imam yang adil, pemuda yang tumbuh dalam ibadah kepada Allah SWT, pemuda yang lekat hatinya dengan masjid, orang yang saling mencintai karena Allah; bertemu dan berpisah karena Allah, orang yang digoda wanita cantik lagi bangsawan dia berkata, “Sesungguhnya aku takut kepada Allah”, orang yang bersedekah dengan tangan kanannya sementara tangan kirinya tidak mengetahuinya (secara senbunyi-sembunyi) dan orang yang berkhalwat dengan Allah di tengah malam dan meneteskan airmata karena takut kepada Allah.
            Dalam sebuah hadits disebutkan bahwa orang yang pertama dihisab adalah mereka yang berjihad, berinfaq dan beramal shaleh (QS. 22:77, 2:177). Kemudian sabda Rasulullah SAW di hadits lainnya: “Ada 70.000 orang akan segera masuk surga tanpa dihisab”. “Do’akan aku termasuk di dalamnya, ya Rasulullah!”, mohon Ukasyah bersegera. “Ya, Engkau kudo’akan termasuk di antaranya”, sahut Nabi SAW. Ketika sahabat-sahabat yang lain meminta yang serupa, jawab Nabi SAW singkat, “Kalian telah didahului oleh Ukasyah”. “Siapa mereka itu ya Rasulullah?”, tanya sahabat. “Mereka adalah orang yang rajin menghisab dirinya di dunia sebelum dihisab di akhirat”. Subhanallah.
            Di riwayat lain dikisahkan bahwa orang-orang miskin bergerombol di depan pintu surga. Ketika dikatakan kepada mereka agar antri dihisab dulu, orang-orang miskin yang shaleh ini berkata, “Tak ada sesuatu apapun pada kami yang perlu dihisab”.
            Dan memang ada 3 harta yang tak akan kena hisab yakni: 1 rumah yang hanya berupa 1 kamar untuk bernaung, pakaian 1 lembar untuk dipakai dan 1 porsi makanan setiap hari yang sekedar cukup untuk dirinya. Maka orang-orang miskin itupun dipersilakan masuk ke surga dengan bergerombol seperti kawanan burung.
            Betapa beruntungnya mereka semua padahal hari penghisaban itu begitu dahsyatnya sampai banyak yang ingin langsung ke neraka saja karena merasa tak sanggup segala aibnya diungkapkan di depan keseluruhan umat manusia. Apalagi tak lama kemudian atas perintah Allah, malaikat Jibril menghadirkan gambaran neraka yang dahsyat ke hadapan mereka semua sampai-sampai para Nabi dan orang-orang shaleh gemetar dan berlutut ketakutan. Apalagi orang-orang yang berlumuran dosa.
            Yaumul Hisab itu bahkan juga terasa berat bagi para Nabi seperti Nabi Nuh yang ditanya apakah ia sudah menyampaikan risalah-Nya atau Nabi Isa yang ditanya apakah ia menyuruh umatnya menuhankan ia dan ibunya sebagai dua tuhan selain Allah. Pertanyaan yang datang bertubi-tubi itu terlihat menekan dan meresahkan para Nabi. Jika Nabi-nabi saja demikian keadaannya, bagaimana pula kita ?.
            Mudah-mudahan saja kita tidak termasuk orang yang bangkrut/pailit di hari penghisaban, hari ketika dalih-dalih ditolak dan hal sekecil apapun dimintakan pertanggungjawabannya. Mengapa disebut bangkrut? Karena ternyata amal shaleh yang dilakukan terlalu sedikit untuk menebus dosa-dosa kita yang banyak sehingga kita harus menebusnya di neraka. Na’udzubillah min dzalik.

Hasil Muraqabah dan Muhasabah
            Seseorang yang rajin me’muraqabah’i dan me’muhasabah’i dirinya akan mau dan mudah melakukan perbaikan diri. Ia juga akan mau meneliti, mengintrospeksi, mengoreksi dan menganalisis dirinya. Hal-hal apa saja yang menjadi faktor kekuatan dirinya yang harus disyukuri dan dioptimalkan. Kemudian hal-hal apa saja yang menjadi faktor kelemahan dirinya yang harus diatasi, bahkan kalau mungkin dihilangkan. Lalu bahaya-bahaya apa yang mengancam diri dan aqidahnya sehingga harus diantisipasi, dan akhirnya peluang-peluang kebajikan apa saja yang dimilikinya yang harus dimanfaatkan sebaik-baiknya.
            Jika dirinci, paling tidak, ada 3 hasil yang akan diraih orang yang rajin melakukan muraqabah dan muhasabah :
1.       Mengetahui aib, kekurangan-kekurangan dan kelemahan-kelemahan dirinya serta berupaya sekuat tenaga meminimalisir atau bahkan menghilangkannya.
2.       Istiqamah di atas syari’at Allah. Karena ia mengetahui dan sadar akan konsekuensi-konsekuensi keimanan dan pertanggungjawaban di akhirat kelak maka cobaan sebesar apapun tidak akan memalingkannya dari jalan Allah seperti misalnya tokoh Bilal dan Masyitah. Walaupun keistiqamahan adalah hal yang sangat berat sehingga Rasulullah SAW sampai mengatakan, “Surat Hud membuatku beruban” (Karena di dalamnya ada ayat 112 berisi perintah untuk istiqamah).
3.   Insya Allah akan aman dari berat dan sulitnya penghisaban di hari kiamat nanti (QS. 3:30)

Rabu, 22 Desember 2010

Nasehat Lukman Al Hakim Pada Anaknya


Satu-satunya manusia yang bukan nabi, bukan pula Rasul tapi kisah hidupnya diabadikan dalam Qur'an adalah Lukman Al Hakim. Kenapa, tak lain, karena hidupnya penuh hikmah. Suatu hari ia pernah menasehati anaknya tentang hidup.
"Anakku, jika makanan telah memenuhi perutmu, maka akan matilah pikiran dan kebijaksanaanmu. Semua anggota badanmu akan malas untuk melakukan badah, dan hilang pulalah ketulusan dan kebersihan hati. Padahal hanya dengan hati bersih manusia bisa menikmati lezatnya berdzikir."
"Anakku, kalau sejak kecil engkau rajin belajar dan menuntut ilmu. Dewasa kelak engkau akan memetik buahnya dan menikmatinya."
"Anakku, ikutlah engkau pada orang-orang yang sedang menggotong jenazah, jangan kau ikut orang-orang yang hendak pergi ke pesta pernikahan. Karena jenazah akan mengingatkan engkau pada kehidupan yang akan datang. Sedangkan pesta pernikahan akan membangkitkan nafsu duniamu."
"Anakku, aku sudah pernah memikul batu-batu besar, aku juga sudah mengangkat besi-besi berat. Tapi tidak pernah kurasakan sesuatu yang lebih berat daripada tangan yang buruk perangainya."
"Anakku, aku sudah merasakan semua benda yang pahit. Tapi tidak pernah kurasakan yang lebih pahit dari kemiskinan dan kehinaan."
"Anakku, aku sudah mengalami penderitaan dan bermacam kesusahan. Tetapi aku belum pernah merasakan penderitaan yang lebih susah daripada menanggung hutang."
"Anakku, sepanjang hidupku aku berpegang pada delapan wasiat para nabi. Kalimat itu adalah:
  1. Jika kau beribadah pada Allah, jagalah pikiranmu baik-baik.
  2. Jika kau berada di rumah orang lain, maka jagalah pandanganmu.
  3. Jika kau berada di tengah-tengah majelis, jagalah lidahmu.
  4. Jika kau hadir dalam jamuan makan, jagalah perangaimu.
  5. Ingatlah Allah selalu.
  6. Ingatlah maut yang akan menjemputmu
  7. Lupakan budi baik yang kau kerjakan pada orang lain.
  8. Lupakan semua kesalahan orang lain terhadapmu.

Minggu, 19 Desember 2010

Menjadi Manusia Mulia

Oleh : Ulis Tofa, Lc
Sumber : dakwatuna.com






dakwatuna.com – Allah swt. menciptakan manusia dan memuliakannya atas makhluk ciptaan-Nya yang lain. Manusia diciptakan dari unsur bumi berupa tanah sebagai lambang materi,  dengan ditiupkan unsur langit berupa ruh sebagai lambang immateri. Manusia dibekali akal, pendengeran, penglihatan dan hati. Pemuliaan manusia itu ditegaskan Allah swt. dalam berfirman-Nya:
وَلَقَدْ كَرَّمْنَا بَنِي آدَمَ وَحَمَلْنَاهُمْ فِي الْبَرِّ وَالْبَحْرِ وَرَزَقْنَاهُمْ مِنَ الطَّيِّبَاتِ وَفَضَّلْنَاهُمْ عَلَى كَثِيرٍ مِمَّنْ خَلَقْنَا تَفْضِيلا
“Dan sungguh Kami telah muliakan anak-anak Adam, Kami angkut mereka di daratan dan di lautan, Kami beri mereka rezki dari yang baik-baik dan Kami lebihkan mereka dengan kelebihan yang sempurna atas kebanyakan makhluk yang telah Kami ciptakan.” QS. Al-Isra:70
Bahkan pemuliaan itu dikuatkan dengan dua kata penguat “Huruf Lam dan Kata Qad”, yang berarti menunjukkan makna yang sangat kuat. Secara fisik, manusia diciptakan sebaik-baik bentuk. Allah swt. berfirman:
لَقَدْ خَلَقْنَا الْإِنْسَانَ فِي أَحْسَنِ تَقْوِيمٍ
Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya.” At-Tin:4.
Manusia berdiri tegak, manusia berjalan dengan kedua kaki, tidak merangkak seperti binatang melata. Manusia makan dengan tangan, bukan menjilat dengan lidah atau dengan mulutnya langsung (Tafsir Ibnu Katsir). Dan manusia dibekali akal fikiran, untuk membedakan mana yang baik dan yang buruk, mana yang halal dan yang haram.
أَفَمَنْ يَمْشِي مُكِبًّا عَلَى وَجْهِهِ أَهْدَى أَمْ مَنْ يَمْشِي سَوِيًّا عَلَى صِرَاطٍ مُسْتَقِيمٍ (22) قُلْ هُوَ الَّذِي أَنْشَأَكُمْ وَجَعَلَ لَكُمُ السَّمْعَ وَالْأَبْصَارَ وَالْأَفْئِدَةَ قَلِيلًا مَا تَشْكُرُونَ (23)
“Maka Apakah orang yang berjalan terjungkal di atas mukanya itu lebih banyak mendapatkan petunjuk ataukah orang yang berjalan tegap di atas jalan yang lurus?. Katakanlah: “Dia-lah yang menciptakan kamu dan menjadikan bagi kamu pendengaran, penglihatan dan hati”. (tetapi) Amat sedikit kamu bersyukur.” Al-Mulk:22-23
Kelemahan Manusia
Di samping penegasan kemuliaan manusia, Allah juga menjelaskan bahwa manusia mempunyai sifat dasar kelemahan. Penjelasan ini agar manusia menyadarinya dan berusaha untuk bisa mengendalikannya. Di antara kelemahan dasar manusia itu adalah:
Sifat lupa, manusia dikatakan insan karena memiliki sifat dasar pelupa, dalam bahasa Arab disebutkan:
سمي الإنسان إنسانا لنسيته
Manusia memiliki sifat tergesa-gesa, Allah swt. berfirman:
وَكَانَ الإنْسَانُ عَجُولا
“Dan adalah manusia bersifat tergesa-gesa.” Al-Isra’:11
وَكَانَ الإنْسَانُ قَتُورًا
“Dan adalah manusia itu sangat kikir. Al-Isra’:100
إِنَّ الإنْسَانَ خُلِقَ هَلُوعًا (19) إِذَا مَسَّهُ الشَّرُّ جَزُوعًا (20) وَإِذَا مَسَّهُ الْخَيْرُ مَنُوعًا
“Sesungguhnya manusia diciptakan bersifat keluh kesah lagi kikir. Apabila ia ditimpa kesusahan ia berkeluh kesah. Dan apabila ia mendapat kebaikan ia amat kikir.” Al-Ma’arij:19-21
إِنَّ اللَّهَ لَا يُحِبُّ مَنْ كَانَ مُخْتَالًا فَخُورًا (36)
Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong dan membangga-banggakan diri.” An-Nisa’:36
إِنَّهُ لَيَئُوسٌ كَفُورٌ (9)
“Dan jika Kami rasakan kepada manusia suatu rahmat (nikmat) dari Kami, kemudian rahmat itu Kami cabut daripadanya, pastilah Dia menjadi putus asa lagi tidak berterima kasih.” QS. Hud:9
إِنَّهُ كَانَ ظَلُومًا جَهُولا
Sesungguhnya Kami telah mengemukakan amanat kepada langit, bumi dan gunung-gunung, Maka semuanya enggan untuk memikul amanat itu dan mereka khawatir akan mengkhianatinya, dan dipikullah amanat itu oleh manusia. Sesungguhnya manusia itu Amat zalim dan amat bodoh.” Al-Ahzab: 70
Sesungguhnya manusia itu sangat ingkar, tidak berterima kasih kepada Tuhannya. Dan Sesungguhnya manusia itu menyaksikan (sendiri) keingkarannya. Dan Sesungguhnya Dia sangat bakhil karena cintanya kepada harta.” Al-‘Aadiyat:6-8
Di atas adalah sebagian kelemahan manusia yang Allah informasikan dalam Al-Qur’an.
Bekalan Manusia
Sifat dasar kelemahan manusia; lupa, tergesa-gesa, kikir, keluh kesah, putus asa,  kufur, zalim, ingkar dan bodoh itu ada dalam setiap diri manusia, karena manusia memiliki nafsu syahwat dan selagi setan terus menggoda manusia setiap saat.
قال أبو هريرة: يا رسول الله، إذا رأيناك رقَّت قلوبُنا، وكنا من أهل الآخرة، وإذا فارقناك أعجبتنا الدنيا وشَمِمْنا النساء والأولاد، فقال لَوْ أَنَّكُمْ تَكُونُونَ عَلَى كُلِّ حَالٍ ، عَلَى الْحَالِ الَّتِي أَنْتُمْ عَلَيْهَا عِنْدِي، لَصَافَحَتْكُمْ الْمَلائِكَةُ بِأَكُفِّهِمْ ، وَلَزَارَتْكُمْ فِي بُيُوتِكُمْ، وَلَوْ لَمْ تُذْنِبُوا لَجَاءَ اللَّهُ بِقَوْمٍ يُذْنِبُونَ كَيْ يُغْفَرَ لَهُمْ”
Dari Abu Hurairah berkata, “Ya Rasulallah, jika kami melihat Engkau, hati kami luluh, kami menjadi –seakan- penduduk akhirat, tapi jika kami berpisah dari Engkau, dunia menakjubkan kami dan kami disibukkan dengan istri-istri  dan anak-anak (kami). Maka Rasulullah saw. menjawab: “Jika kalian ada dalam satu kondisi saja, yaitu kondisi di mana kalian bersama saya, maka Malaikat pasti akan menjabat tangan kalian, dan pasti mereka akan singgah di rumah-rumah kalian. Jika kalian tidak melakukan dosa, pasti Allah mendatangkan suatu kaum, mereka melakukan dosa, agar Allah mengampuni mereka.”HR. Imam Ahmad
Namun demikian, Allah swt.telah  menyiapkan terminal ruhani, stasiun penghapusan dosa, dan upaya terus menerus agar manusia mampu mengendalikan sifat dasar kelemahan tersebut.
فَأَلْهَمَهَا فُجُورَهَا وَتَقْوَاهَا (8) قَدْ أَفْلَحَ مَنْ زَكَّاهَا (9) وَقَدْ خَابَ مَنْ دَسَّاهَا (10)
Maka Allah mengilhamkan kepada jiwa itu (jalan) kefasikan dan ketakwaannya. Sesungguhnya beruntunglah orang yang mensucikan jiwa itu. Dan Sesungguhnya merugilah orang yang mengotorinya.” Asy-Syam:8-10
Terminal ruhani dan stasiun penghapusan dosa itu ada yang sifatnya harian, pekanan, bulanan dan tahunan.
Untuk yang tahunan di antaranya adalah Ramadhan. Ramadhan adalah akademi dan universitas yang mampu melahirkan manusia yang bisa mengendalikan kelemahan dasar dirinya, sekaligus sebagai terminal ruhani dan stasiun penghapusan dosa.
مَنْ صَامَ رَمَضَانَ إِيمَانًا وَاحْتِسَابًا غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِه
“Barangsiapa berpuasa karena iman dan berhadap ganjaran dari Allah maka akan diampuni dosa-dosanya yang telah lalu.” (Muttafaqun alaih)
وَالصَّوْمُ جُنَّةٌ
“Dan puasa adalah benteng.” (HR. Bukhari)
Bagi yang diberi keluasan rizki, terminal ruhani tahunan itupun datang dua bulan setelah bulan Ramadhan, yaitu bulan Dzul Hijjah, pelaksanaan ibadah haji. Ibadah haji adalah puncak ibadah dalam kehidupan manusia, karena ia adalah rukun Islam yang kelima.
الْحَجُّ الْمَبْرُورُ لَيْسَ لَهُ جَزَاءٌ إِلاَّ الْجَنَّةُ وَالْعُمْرَةُ إِلَى الْعُمْرَةِ يُكَفَّرُ مَا بَيْنَهُمَا
Dari Abu Hurairah ra. berkata, Rasulullah saw. bersabda: “Haji yang mabrur tiada lain pahalanya kecuali surga. Dan umrah satu ke umrah yang lain menghapus dosa antara waktu keduanya.” HR. Imam Ahmad
Terminal ruhani yang sifatnya bulanan di antaranya; shaum sunnah Ayyamul Baidh –shaum putih atau shaum purnama 13,14,15 bulan Qamariyah-. Shaum pada bulan-bulan tertentu, seperti shaum Arafah, shaum muharram, dll.
Yang sifatnya Pekanan berupa shalat Jum’at. Hari Jum’at adalah Sayyidul Ayyam –penghulu hari-hari-. Pelaksanaan Jum’atan sungguh sangat istimewa dan sakral. Pada hari ini disunnahkan melakukan thaharah –bersuci-;  potong kuku, potong kumis, potong bulu-bulu halus.
« مَنْ تَوَضَّأَ فَأَحْسَنَ الْوُضُوءَ ، ثُمَّ أَتَى الْجُمُعَةَ فَدَنَا ، وَأَنْصَتَ ، وَاسْتَمَعَ غُفِرَ لَهُ مِنَ الْجُمُعَةِ إِلَى الْجُمُعَةِ وَزِيَادَةُ ثَلاَثَةِ أَيَّامٍ». رَوَاهُ مُسْلِمٌ
Dari Abu Hurairah ra. berkata, Rasulullah saw. bersabd; “Barangsiapa berwudhu dengan membaguskan wudhunya, kemudian berangkat shalat, kemudian ia mendekat, dan menyimak, dan mendengarkan khutbah, ia akan diampuni dosanya dari Jum’at ini ke shalat Jum’at berikutnya dan ditambah tiga hari.” Imam Muslim
Terminal ruhani yang bersifat Harian yaitu berupa shalat lima waktu.
« أَرَأَيْتُمْ لَوْ أَنَّ نَهْرًا بِبَابِ أَحَدِكُمْ يَغْتَسِلُ مِنْهُ كُلَّ يَوْمٍ خَمْسَ مَرَّاتٍ هَلْ يَبْقَى مِنْ دَرَنِهِ شَىْءٌ ». قَالُوا لاَ يَبْقَى مِنْ دَرَنِهِ شَىْءٌقَالَ « فَذَلِكَ مَثَلُ الصَّلَوَاتِ الْخَمْسِ يَمْحُو اللَّهُ بِهِنَّ الْخَطَايَا ». رواه مسلم
Rasulullah saw. bersabda: “Apa pendapat kalian, jika ada sungai di depan pintu rumah kalian, kalian mandi di sana setiap hari lima kali, apakah masih tersisa kotoran? Sahabat menjawab: “Tidak tersisa sedikit pun kotoran sama sekali”. Rasul bersabda:” Itulah perumpamaan shalat lima waktu, Allah menghapus kesalahan-kesalahan dengan shalat lima waktu.” HR. Imam Muslim
اتْلُ مَا أُوحِيَ إِلَيْكَ مِنَ الْكِتَابِ وَأَقِمِ الصَّلاةَ إِنَّ الصَّلاةَ تَنْهَى عَنِ الْفَحْشَاءِ وَالْمُنْكَرِ وَلَذِكْرُ اللَّهِ أَكْبَرُ وَاللَّهُ يَعْلَمُ مَا تَصْنَعُونَ (45)
“Bacalah apa yang diwahyukan kepadamu dari Al-Kitab, dan dirikanlah shalat, sesungguhnya shalat itu mampu mencegah –pelakunya- dari berbuat keji dan munkar, dan dzikir kepada Allah itu perintah yang besar. Dan Allah Maha mengetahui apa yang kalian kerjakan.”
Bahkan ada terminal ruhani yang sifatnya setiap waktu dan setiap tempat seperti dengan selalu beristighfar minta pengampunan Allah swt.
Seluruh rangkaian ibadah dalam Islam adalah dalam rangka mengendalikan kekurangan diri, menghapus segala dosa dan kesalahan, memenuhi kepuasan spiritual dan keimanan dan meningkatkan derajat manusia. Meningkatkan derajat itu bahkan bisa melebihi kemuliaan Malaikat sekali pun, sebagaimana Ath-Thabari menafsirkan surat Al-Isra ayat 70 di atas;
وَفَضَّلْنَاهُمْ عَلَى كَثِيرٍ مِمَّنْ خَلَقْنَا تَفْضِيلا
“Dan Kami lebihkan mereka dengan kelebihan yang sempurna atas kebanyakan makhluk yang telah Kami ciptakan.” QS. Al-Isra:70
قالت الملائكة: يا ربنا إنك أعطيت بني آدم الدنيا يأكلون منها، ويتنعَّمون، ولم تعطنا ذلك، فأعطناه في الآخرة، فقال: وعزّتي لا أجعل ذرّية من خلقت بيدي، كمن قلت له كن فكان
“Malaikat mengadu, Wahai Tuhan kami, sesungguhnya Engkau mengkaruniai anak keturunan Adam dunia, mereka memakan di dalamnya, mereka bersenang-senang di dalamnya, sedangkan kami tidak Engkau beri itu semua, maka karuniakan kami itu di akhirat. Maka Allah swt. berfirman: “Demi kemuliann-Ku, saya tidak akan menjadikan keturunan orang yang Aku ciptakan ia dengan kedua Tanganku sendiri, sebagaimana seperti orang yang Aku berkata kepadanya “Ada, maka ia ada” –itu seperti kalian wahai Malaikat-” (Tafsir At-Thabari, hal 501, juz 30 bab 70)
Akan tetapi sebaliknya, jika manusia terkalahkan dengan sifat dasar kelemahan yang ada pada dirinya, ia akan lebih hina dibanding binatang ternak tak berakal sekalipun. Allah swt. berfirman:
وَلَقَدْ ذَرَأْنَا لِجَهَنَّمَ كَثِيرًا مِنَ الْجِنِّ وَالْإِنْسِ لَهُمْ قُلُوبٌ لَا يَفْقَهُونَ بِهَا وَلَهُمْ أَعْيُنٌ لَا يُبْصِرُونَ بِهَا وَلَهُمْ آَذَانٌ لَا يَسْمَعُونَ بِهَا أُولَئِكَ كَالْأَنْعَامِ بَلْ هُمْ أَضَلُّ أُولَئِكَ هُمُ الْغَافِلُونَ (179)
“Dan Sesungguhnya Kami jadikan untuk (isi neraka Jahannam) kebanyakan dari jin dan manusia, mereka mempunyai hati, tetapi tidak dipergunakannya untuk memahami (ayat-ayat Allah) dan mereka mempunyai mata (tetapi) tidak dipergunakannya untuk melihat (tanda-tanda kekuasaan Allah), dan mereka mempunyai telinga (tetapi) tidak dipergunakannya untuk mendengar (ayat-ayat Allah). mereka itu sebagai binatang ternak, bahkan mereka lebih sesat lagi. mereka Itulah orang-orang yang lalai.” Al-A’raf:179
Dengan mampu mengendalikan kelemahan dan terus berupaya menjadi manusia yang mulia, maka manusia mampu memainkan peran yang mulia di mata Allah swt., peran sebagai Khalifatullah Fil Ard. Allah swt. berfirman:
وَإِذْ قَالَ رَبُّكَ لِلْمَلَائِكَةِ إِنِّي جَاعِلٌ فِي الْأَرْضِ خَلِيفَةً
“Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada Para Malaikat: “Sesungguhnya aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi.” Al-Baqarah:30
Menjadi manusia mulia adalah dengan menyeimbangkan unsur materi dan unsur ruhani yang ada pada diri kita, serta dengan usaha mujahadah dalam setiap waktu, momentum dan tempat untuk mampu mengendalikan dan mengalahkan kelemahan diri. Allahu a’lam
 

Copyright 2008 All Rights Reserved | RENUNGAN ISLAMI Designed by Bloggers Template | CSS done by Link Building