Senin, 21 November 2011

RENUNGAN AKHIR TAHUN 1434 H. EVALUASI DIRI MENUJU TAHUN BARU 1435 H. Oleh : ABD. ROUF AZHAR



بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ
PENDAHULUAN :
Berbicara tentang tahun baru Hijriyah, terlebih dahulu harus dipahami bahwa sitim kalender yang populer dan berlaku saat ini ada dua, yaitu sistim syamsiyah (perhitungan didasarkan atas peredaran bumi mengelilingi matahari) dan sistim qomariyah  (peredaran bulan mengelilingi bumi). Untuk tahun Hijriyah perhitungannya dilakukan dengan sistim qomariyah dan dikenal dengan kalender Hijriyah sedangkan yang di kenal luas saat ini secara umum adalah kalender Masehi yang perhitungan didasarkan sistim syamsiyah.
Ada perbedaan perhitungan antara sistim syamsiyah dangan qomariyah, dalam sistim qomariyah rata-rata satu tahun berlangsung selama ± 354 hari sedangkan dalam sistim syamsiyah satu tahun berlangsung ± 365 hari sehingga ada selisih 11 hari hal ini disebabkan karena jumlah bilangan hari yang tidak sama persis, inilah yang menyebabkan pergeseran waktu hari-hari besar Islam yang selalu berbeda tanggal dan bulan nya apabila dilihat dari kalender Masehi.
Seperti halnya dalam kalender Masehi di dalam kalender Hijriyah terdapat 12 bulan yaitu:
Muharam, Safar, Rabiulawal, Rabiulakhir, Jumadilawal, Jumadilakhir, Rajab, Sya’ban, Ramadhan, Syawal, Dzulkaidah dan Dzulhijjah.
Hal Penting :
Hal penting untuk dilakukan adalah mengadakan muhasabah (Evaluasi diri), dengan bertitik tolak pada Al-Qur'an Surah Al-Hasyr 18-20 :
Ayat 18 :
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَلْتَنْظُرْ نَفْسٌ مَا قَدَّمَتْ لِغَدٍ وَاتَّقُوا اللَّهَ إِنَّ اللَّهَ خَبِيرٌ بِمَا تَعْمَلُونَ
Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan hendaklah setiap diri memperhatikan apa yang Telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat); dan bertakwalah kepada Allah, Sesungguhnya Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan.
Ayat 19 :
وَلَا تَكُونُوا كَالَّذِينَ نَسُوا اللَّهَ فَأَنْسَاهُمْ أَنْفُسَهُمْ أُولَئِكَ هُمُ الْفَاسِقُونَ
Dan janganlah kamu seperti orang-orang yang lupa kepada Allah, lalu Allah menjadikan mereka lupa kepada diri mereka sendiri. Mereka itulah orang-orang yang fasik.
Ayat  20 :
لَا يَسْتَوِي أَصْحَابُ النَّارِ وَأَصْحَابُ الْجَنَّةِ أَصْحَابُ الْجَنَّةِ هُمُ الْفَائِزُونَ
Tidaklah sama penghuni-penghuni neraka dengan penghuni-penghuni jannah; penghuni-penghuni jannah Itulah orang-orang yang beruntung.
MUHASABAH :
Ø  Kualitas Keimanan
Ø  Pemahaman tentang makna hidup
Ø  Pemahaman agama kita
Ø  Amal ibadah kita.
1) Kualitas keimanan dan keislaman kita dapat dilihat sejauh mana kita menjadikan agama sebagai acuan dalam hidup. Apakah agama (dalam hal ini keridhaan Allah) sebagai pertimbangan utama untuk melakukan sesuatu dalam kehidupan ini apapun aktifitas kita.
2)    Makna hidup   Beberapa kelompok  ttg pemahman makna hidup :
ü Hidup hanya sekali, mereka tidak meyakini sdikitpun adanya kehidupan setelah mati (Atheis). Disindir dalam Al-Qur'an Surah Al-Jatsiyah  24:
وَقَالُوا مَا هِيَ إِلَّا حَيَاتُنَا الدُّنْيَا نَمُوتُ وَنَحْيَا وَمَا يُهْلِكُنَا إِلَّا الدَّهْرُ وَمَا لَهُمْ بِذَلِكَ مِنْ عِلْمٍ إِنْ هُمْ إِلَّا يَظُنُّونَ
Dan mereka berkata: "Kehidupan ini tidak lain hanyalah kehidupan di dunia saja, kita mati dan kita hidup dan tidak ada yang membinasakan kita selain masa", dan mereka sekali-kali tidak mempunyai pengetahuan tentang itu, mereka tidak lain hanyalah menduga-duga saja.
ü  Memburu dunia dengan meninggalkan akhirat. Mereka masih punya keyakinan adanya hidup setelah mati namun tidak peduli.
ü  Dunia ibarat ladang untuk bercocok tanam yang hasilnya akan diperoleh di akhirat kelak. Surah Al-An’am 32 :
وَمَا الْحَيَاةُ الدُّنْيَا إِلَّا لَعِبٌ وَلَهْوٌ وَلَلدَّارُ الْآَخِرَةُ خَيْرٌ لِلَّذِينَ يَتَّقُونَ أَفَلَا تَعْقِلُونَ
Dan tiadalah kehidupan dunia ini, selain dari main-main dan senda gurau belaka[468]. dan sungguh kampung akhirat itu lebih baik bagi orang-orang yang bertaqwa. Maka Tidakkah kamu memahaminya ?
[468]  Maksudnya: kesenangan-kesenangan duniawi itu Hanya sebentar dan tidak kekal. janganlah orang terperdaya dengan kesenangan-kesenangan dunia, serta lalai dari memperhatikan urusan akhirat.
Sebagai bahan renungan lebih jauh tentang kehidupan Mari kita buka dan simak Surah Al-Baqarah 28 :
كَيْفَ تَكْفُرُونَ بِاللَّهِ وَكُنْتُمْ أَمْوَاتًا فَأَحْيَاكُمْ ثُمَّ يُمِيتُكُمْ ثُمَّ يُحْيِيكُمْ ثُمَّ إِلَيْهِ تُرْجَعُونَ
Mengapa kamu kafir kepada Allah, padahal kamu tadinya mati, lalu Allah menghidupkan kamu, Kemudian kamu dimatikan dan dihidupkan-Nya kembali, Kemudian kepada-Nya-lah kamu dikembalikan?
Ayat tersebut memberikan pemahaman bahwa ada Empat tahapan dilalui manusia yaitu: Hidup, mati, hidup dan mati.
Tahapan demi tahapan tersebut dapat dipahami sbb. :
v Mati : yaitu ketika manusia belum dilahirkan oleh ibu kandungnya ke alam dunia yang fana ini. Tahapan ini sudah kita lalui bersama, dan memang tidak ada hal yang harus dipertanggung jawabkan.
v Hidup : yaitu sejak dilahirkan ke alam dunia yang fana ini. Dalam hidup ini ternyata dibebani dengan berbagai kewajiban sebagai mukallaf :
وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَالْإِنْسَ إِلَّا لِيَعْبُدُونِ
Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka menyembah-Ku. (Q.S. Adz-Dzariat 56).
Pada tahapan ini seluruh aktifitas diperhitungkan dan akan dipertanggung jawabkan pada tahapan selanjutnya.
v Mati : Yaitu ketika manusia berpindah alam dari alam dunia yang fana ini ke alam kubur (Alam Barzah). Mati hakekatnya adalam perpindahan alam dari alam dunia ke alam kubur atau Alam Barzah, sayangnya betapa banyak manusia yang tahu akan hal ini tapi kurang memahaminya dengan benar sehingga meyebabkan ia takut mati. Allah berfirman :
أَيْنَمَا تَكُونُوا يُدْرِكُكُمُ الْمَوْتُ وَلَوْ كُنْتُمْ فِي بُرُوجٍ مُشَيَّدَةٍ  
Di mana saja kamu berada, kematian akan mendapatkan kamu, kendatipun kamu di dalam benteng yang tinggi lagi kokoh.. (Q.S. An-Nisa’ 78).
ثُمَّ أَمَاتَهُ فَأَقْبَرَهُ
.. Kemudian Dia mematikannya dan memasukkannya ke dalam kubur, (Q.S. ‘Abasa 21).
قُلْ إِنَّ الْمَوْتَ الَّذِي تَفِرُّونَ مِنْهُ فَإِنَّهُ مُلَاقِيكُمْ ثُمَّ تُرَدُّونَ إِلَى عَالِمِ الْغَيْبِ وَالشَّهَادَةِ فَيُنَبِّئُكُمْ بِمَا كُنْتُمْ تَعْمَلُونَ
Katakanlah: "Sesungguhnya kematian yang kamu lari daripadanya, Maka Sesungguhnya kematian itu akan menemui kamu, Kemudian kamu akan dikembalikan kepada (Allah), yang mengetahui yang ghaib dan yang nyata, lalu dia beritakan kepadamu apa yang Telah kamu kerjakan". (Q.S. Al-Jumu’ah 8)
Di alam kubur ini manusia ditentukan oleh aktifitasnya pada tahapan kedua yaitu hidup di dunia, karena dikala gagal menjalani kehidupan dunia dengan baik, maka akan menemui siksa kubur. Rasulaullah bersabda :
حَدِيثُ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ : قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا تَشَهَّدَ أَحَدُكُمْ فَلْيَسْتَعِذْ بِاللَّهِ مِنْ أَرْبَعٍ يَقُولُ اللَّهُمَّ إِنِّي أَعُوذُ بِكَ مِنْ عَذَابِ جَهَنَّمَ وَمِنْ عَذَابِ الْقَبْرِ وَمِنْ فِتْنَةِ الْمَحْيَا وَالْمَمَاتِ وَمِنْ شَرِّ فِتْنَةِ الْمَسِيحِ الدَّجَّالِ * 
Diriwayatkan daripada Abu Hurairah r.a katanya: Rasulullah s.a.w pernah bersabda: Apabila seseorang dari kamu berada dalam keadaan tasyahhud, maka hendaklah dia memohon perlindungan kepada Allah dari empat perkara dengan berdoa:
 اللَّهُمَّ إِنِّي أَعُوذُ بِكَ مِنْ عَذَابِ جَهَنَّمَ وَمِنْ عَذَابِ الْقَبْرِ وَمِنْ فِتْنَةِ الْمَحْيَا وَالْمَمَاتِ وَمِنْ شَرِّ فِتْنَةِ الْمَسِيحِ الدَّجَّالِ
yang bermaksud: Ya Allah! Sesungguhnya aku memohon perlindungan kepadaMu dari siksaan Neraka Jahannam, dari siksa Kubur, dari fitnah semasa hidup dan selepas mati serta dari kejahatan fitnah Dajjal * (H.R. Abu Hurairah)
v Hidup : yaitu ketika manusia dibangkitkan dari alam kubur dan dikumpulkan di alam mahsyar.
وَقَالَ الَّذِينَ أُوتُوا الْعِلْمَ وَالْإِيمَانَ لَقَدْ لَبِثْتُمْ فِي كِتَابِ اللَّهِ إِلَى يَوْمِ الْبَعْثِ فَهَذَا يَوْمُ الْبَعْثِ وَلَكِنَّكُمْ كُنْتُمْ لَا تَعْلَمُونَ
Dan berkata orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan dan keimanan (kepada orang-orang yang kafir): "Sesungguhnya kamu telah berdiam (dalam kubur) menurut ketetapan Allah, sampai hari berbangkit; maka inilah hari berbangkit itu akan tetapi kamu selalu tidak meyakini (nya). (Q.S. Ar-Ruum 56).
Ketika itu manusia dikumpulkan oleh Allah di satu tempat yang namanya  Mahsyar, dalam suasana menegangkan di Mahsyar tersebut Allah berfirman Q.s. Al-Isra' 13-14:
وَكُلَّ إِنْسَانٍ أَلْزَمْنَاهُ طَائِرَهُ فِي عُنُقِهِ وَنُخْرِجُ لَهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ كِتَابًا يَلْقَاهُ مَنْشُورًا (13) اقْرَأْ كِتَابَكَ كَفَى بِنَفْسِكَ الْيَوْمَ عَلَيْكَ حَسِيبًا (14)
13.  Dan tiap-tiap manusia itu Telah kami tetapkan amal perbuatannya (sebagaimana tetapnya kalung) pada lehernya. dan kami keluarkan baginya pada hari kiamat sebuah Kitab yang dijumpainya terbuka. 14.  "Bacalah kitabmu, cukuplah dirimu sendiri pada waktu Ini sebagai penghisab terhadapmu".
Ketika itu seluruh manusia takut, khawatir dan cemas. Lalu diberikan catatan hariannya dalam bentuk kitab yang terbuka itu, dan ternyata sebagian besar manusia mengelak terhadap isi catatan yang ada (mengingkari dosa dan maksiat yang pernah dilakukan). Namun hal ini telah jauh-jauh disindir oleh Allah dalam Al-Qur’an Surah Yasin 65:
الْيَوْمَ نَخْتِمُ عَلَى أَفْوَاهِهِمْ وَتُكَلِّمُنَا أَيْدِيهِمْ وَتَشْهَدُ أَرْجُلُهُمْ بِمَا كَانُوا يَكْسِبُونَ
Pada hari Ini kami tutup mulut mereka; dan berkatalah kepada kami tangan mereka dan memberi kesaksianlah kaki mereka terhadap apa yang dahulu mereka usahakan.

3)     Pemahaman agama
Firman Allah Surah Al-Fatihah ayat 6 :
اهْدِنَا الصِّرَاطَ الْمُسْتَقِيمَ
Tunjukilah[8] kami jalan yang lurus,
[8]  Ihdina (tunjukilah kami), dari kata hidayaat: memberi petunjuk ke suatu jalan yang benar. yang dimaksud dengan ayat Ini bukan sekedar memberi hidayah saja, tetapi juga memberi taufik.
Tunjukilah kami jalan yang lurus,
ü  Benarkah ikrar kita Hanya Kepada Allah kami mengadbdi/menyembah dan hanya kepadan-Nya kita memohon pertolongan ini sudah kita wujudkan ???
ü   Apakah kita sudah berada di jalan yang lurus
ü  Raslulullah mengatakan :
مَنْ يُرِدِ اللَّهُ بِهِ خَيْرًا يُفَقِّهْهُ فِي الدِّينِ
"Barangsiapa yang diinginkan oleh Allah untuk diberi kebaikan, diberinya dia pemahaman terhadap agama-Nya. " (H.R. Bukhari dan Muslim)
ü  Jalan Yang lurus identik dengan pemahaman agama : Barang siapa yang dikehendaki Allah dalam kebaikan/ berada di jalan yang lurus maka ia akan difahamkan ilmu agama.
ü  Untuk dapat faham agama kita harus selalu mengkaji dan belajar agama.
ü  Masih banyak kita ini yang baru tahu agama tapi belum memahami agama :
Agama untuk kepentingan dunia akhirat
Salah satu contoh misalnya tentang Shalat, masih banyak orang yang belum memahami tujuan sholat sesuai dengan penyampaian Allah dalam Al-Qur’an:
Tujuan Shalat.
1.      Pengabdian kepada Allah
وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَالْإِنْسَ إِلَّا لِيَعْبُدُونِ
Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka menyembah-Ku.(Q.s. Adz-Dzariyat 56).
2.   Sarana untuk mengingat Allah.
إِنَّنِي أَنَا اللَّهُ لَا إِلَهَ إِلَّا أَنَا فَاعْبُدْنِي وَأَقِمِ الصَّلَاةَ لِذِكْرِي
Sesungguhnya Aku ini adalah Allah, tidak ada Tuhan (yang hak) selain Aku, maka sembahlah Aku dan dirikanlah shalat untuk mengingat Aku. (Q.s. Thaha 14).
فَإِذَا قَضَيْتُمُ الصَّلَاةَ فَاذْكُرُوا اللَّهَ قِيَامًا وَقُعُودًا وَعَلَى جُنُوبِكُمْ فَإِذَا اطْمَأْنَنْتُمْ فَأَقِيمُوا الصَّلَاةَ إِنَّ الصَّلَاةَ كَانَتْ عَلَى الْمُؤْمِنِينَ كِتَابًا مَوْقُوتًا
Maka apabila kamu Telah menyelesaikan shalat(mu), ingatlah Allah di waktu berdiri, di waktu duduk dan di waktu berbaring. Kemudian apabila kamu Telah merasa aman, Maka Dirikanlah shalat itu (sebagaimana biasa). Sesungguhnya shalat itu adalah fardhu yang ditentukan waktunya atas orang-orang yang beriman. (Q.S. An-Nisa’ 103)
3.   Mencegah dari pebuatan keji dan mungkar.
اتْلُ مَا أُوحِيَ إِلَيْكَ مِنَ الْكِتَابِ وَأَقِمِ الصَّلَاةَ إِنَّ الصَّلَاةَ تَنْهَى عَنِ الْفَحْشَاءِ وَالْمُنْكَرِ وَلَذِكْرُ اللَّهِ أَكْبَرُ وَاللَّهُ يَعْلَمُ مَا تَصْنَعُونَ
Bacalah apa yang telah diwahyukan kepadamu, yaitu Al Kitab (Al Qur'an) dan dirikanlah shalat. Sesungguhnya shalat itu mencegah dari (perbuatan-perbuatan) keji dan mungkar. Dan sesungguhnya mengingat Allah (shalat) adalah lebih besar (keutamaannya dari ibadat-ibadat yang lain). Dan Allah mengetahui apa yang kamu kerjakan. (Q.s Al- Angkabut 45).
4.  Menghindarkan dari sifat dasar negatif.
إِنَّ الْإِنْسَانَ خُلِقَ هَلُوعًا (19) إِذَا مَسَّهُ الشَّرُّ جَزُوعًا (20) وَإِذَا مَسَّهُ الْخَيْرُ مَنُوعًا (21) إِلَّا الْمُصَلِّينَ (22) الَّذِينَ هُمْ عَلَى صَلَاتِهِمْ دَائِمُونَ (23)
19. Sesungguhnya manusia diciptakan bersifat keluh kesah lagi kikir. 20.  Apabila ia ditimpa kesusahan ia berkeluh kesah, 21.  Dan apabila ia mendapat kebaikan ia amat kikir, 22.  Kecuali orang-orang yang mengerjakan shalat,23.  Yang mereka itu tetap mengerjakan shalatnya, (Q.s. Al-Maa’arij 19-23).
4. Amal Ibadah kita
Firman Allah Surah Al-Mulk ayat 2 :
الَّذِي خَلَقَ الْمَوْتَ وَالْحَيَاةَ لِيَبْلُوَكُمْ أَيُّكُمْ أَحْسَنُ عَمَلًا وَهُوَ الْعَزِيزُ الْغَفُورُ
Yang menjadikan mati dan hidup, supaya dia menguji kamu, siapa di antara kamu yang lebih baik amalnya. dan dia Maha Perkasa lagi Maha Pengampun.
Mari kita evaluasi amal ibadah kita, apakah sudah benar dan baik ???
Benar artinya : Sesuai dengan tuntunan (Sudah pernah kita bahas larangan beramal tanpa ilmu), baik artinya kita laksanakan dengan ikhlas dan istiqomah.
Kita sering lemah dengan yang namanya Istiqomah ini !!!!
Mari kita menguatkan tekad kita untuk tahun depan, dengan meningkatkan ilmu tentang ibadah, keikhlasan dalam ibadah dan keistiqomahan kita dalam ibadah.

PENUTUP
Mari kita berusaha senantiasa mengadakan muhasabah (evaluasi/introspeksi diri), sebab kita tidak ada yang tahu berapa lama lagi sisa umur kita. Allah berfirman :
كُلُّ نَفْسٍ ذَائِقَةُ الْمَوْتِ وَإِنَّمَا تُوَفَّوْنَ أُجُورَكُمْ يَوْمَ الْقِيَامَةِ فَمَنْ زُحْزِحَ عَنِ النَّارِ وَأُدْخِلَ الْجَنَّةَ فَقَدْ فَازَ وَمَا الْحَيَاةُ الدُّنْيَا إِلَّا مَتَاعُ الْغُرُورِ
Tiap-tiap yang berjiwa akan merasakan mati. dan Sesungguhnya pada hari kiamat sajalah disempurnakan pahalamu. barangsiapa dijauhkan dari neraka dan dimasukkan ke dalam syurga, Maka sungguh ia Telah beruntung. kehidupan dunia itu tidak lain hanyalah kesenangan yang memperdayakan. (Q.S. Ali Imran 185)
Kalau kita tidak mampu selalu evaluasi diri seperti uraian-uraian tersebut, maka Allah menggambarkan dalam ayat 20 Surah Hasyr (seperti ayat yang telah disampaikan di depan):
لَا يَسْتَوِي أَصْحَابُ النَّارِ وَأَصْحَابُ الْجَنَّةِ أَصْحَابُ الْجَنَّةِ هُمُ الْفَائِزُونَ
Tidaklah sama penghuni-penghuni neraka dengan penghuni-penghuni jannah; penghuni-penghuni jannah Itulah orang-orang yang beruntung.
Penghuni-penghuni neraka : orang yang tidak mampu muhasabah (evaluasi/introspeksi diri), Penghuni-penghuni surga : orang-orang yang pandai muhasabah terhadap dirinya untuk perbaikan dimasa yang akan datang.

SEMOGA ALLAH MENJADIKAN DIRI KITA ORANG-ORANG YANG MAMPU MELAKUKAN MUHASABAH TERHADAP DIRI KITA MASING-MASING.. AMIN..........
AKHIRNYA KAMI UCAPKAN "SELAMAT TAHUN BARU 1435 H." SEMOGA DI TAHUN INI KITA BISA LEBIH BAIK DALAM SEGALA HAL... AMIN......
ALLAHU A’LAM

Selasa, 08 November 2011

CINTA DAN MENCINTAI ALLAH


Definisi Cinta
Imam Ibnu Qayyim mengatakan, "Tidak ada batasan cinta yang lebih jelas daripada kata cinta itu sendiri; memba-tasinya justru hanya akan menambah kabur dan kering maknanya. Maka ba-tasan dan penjelasan cinta tersebut tidak bisa dilukiskan hakikatnya secara jelas, kecuali dengan kata cinta itu sendiri.
Kebanyakan orang hanya membe-rikan penjelasan dalam hal sebab-musabab, konsekuensi, tanda-tanda, penguat-penguat dan buah dari cinta serta hukum-hukumnya. Maka batasan dan gambaran cinta yang mereka berikan berputar pada enam hal di atas walaupun masing-masing berbeda dalam pendefinisiannya, tergantung kepada pengetahuan,kedudukan, keadaan dan penguasaannya terhadap masalah ini. (Madarijus-Salikin 3/11)
Beberapa definisi cinta:
1.   Kecenderungan seluruh hati yang terus-menerus (kepada yang dicintai).
2.   Kesediaan hati menerima segala keinginan orang yang dicintainya.
3.   Kecenderungan sepenuh hati untuk lebih mengutamakan dia daripada diri dan harta sendiri, seia sekata dengannya baik dengan sembunyi-sebunyi maupun terang-terangan, kemudian merasa bahwa kecintaan tersebut masih kurang.
4.   Mengembaranya hati karena men-cari yang dicintai sementara lisan senantiasa menyebut-nyebut namanya.
5.   Menyibukkan diri untuk menge-nang yang dicintainya dan menghinakan diri kepadanya.
PEMBAGIAN CINTA
1.   Cinta ibadah
Ialah kecintaan yang menyebabkan timbulnya perasaan hina kepadaNya dan mengagungkanNya serta bersema-ngatnya hati untuk menjalankan segala perintahNya dan menjauhi segala larangaNya.
Cinta yang demikian merupakan pokok keimanan dan tauhid yang pelakunya akan mendapatkan keutamaan-keutamaan yang tidak terhingga.
Jika ini semua diberikan kepada selain Allah maka dia terjerumus ke dalam cinta yang bermakna syirik, yaitu menyekutukan Allah dalam hal cinta. 

2.   Cinta karena Allah 
Seperti mencintai sesuatu yang dicintai Allah, baik berupa tempat tertentu, waktu tertentu, orang tertentu, amal perbuatan, ucapan dan yang semisalnya. Cinta yang demikian termasuk cinta dalam rangka mencintai Allah. 

3.   Cinta yang sesuai dengan tabi'at (manusiawi), 
yang termasuk ke dalam cintai jenis ini ialah: 

a.   Kasih-sayang, seperti kasih-sayangnya orang tua kepada anaknya dan sayangnya orang kepada fakir-miskin atau orang sakit.
b.   Cinta yang bermakna segan dan hormat, namun tidak termasuk dalam jenis ibadah, seperti kecintaan seorang anak kepada orang tuanya, murid kepada pengajarnya atau syaikhnya, dan yang semisalnya.
c.   Kecintaan (kesenangan) manusia kepada kebutuhan sehari-hari yang akan membahayakan dirinya kalau tidak dipenuhi, seperti kesenangannya kepada makanan, minuman, nikah, pakaian, persaudaraan serta persahabatan dan yang semisalnya.
Cinta-cinta yang demikian termasuk dalam kategori cinta yang manusiawi yang diperbolehkan. Jika kecintaanya tersebut membantunya untuk mencintai dan mentaati Allah maka kecintaan tersebut termasuk ketaatan kepada Allah, demikian pula sebaliknya.
KEUTAMAAN MENCINTAI ALLAH
1.   Merupakan Pokok dan inti tauhid
Berkata Syaikh Abdurrahman bin Nashir Al-Sa'dy, "Pokok tauhid dan inti-sarinya ialah ikhlas dan cinta kepada Allah semata. Dan itu merupakan pokok dalam peng- ilah-an dan penyembahan bahkan merupakan hakikat ibadah yang tidak akan sempurna tauhid seseorang kecuali dengan menyempurnakan kecintaan kepada Rabb-nya dan menye-rahkan seluruh unsur-unsur kecintaan kepada-Nya sehingga ia berhukum hanya kepada Allah dengan menjadikan kecintaan kepada hamba mengikuti kecintaan kepada Allah yang dengannya seorang hamba akan mendapatkan kebahagiaan dan ketenteraman. (Al-Qaulus Sadid,hal 110) 

2.   Merupakan kebutuhan yang sangat besar melebihi makan, minum, nikah dan sebagainya.
Syaikhul Islam Ibnu Taymiyah berkata: "Didalam hati manusia ada rasa cinta terhadap sesuatu yang ia sembah dan ia ibadahi ,ini merupakan tonggak untuk tegak dan kokohnya hati seseorang serta baiknya jiwa mereka. Sebagaimana pula mereka juga memiliki rasa cinta terhadap apa yang ia makan, minum, menikah dan lain-lain yang dengan semua ini kehidupan menjadi baik dan lengkap.Dan kebutuhan manusia kepada penuhanan lebih besar daripada kebutuhan akan makan, karena jika manusia tidak makan maka hanya akan merusak jasmaninya, tetapi jika tidak mentuhankan sesuatu maka akan merusak jiwa/ruhnya. (Jami' Ar-Rasail Ibnu Taymiyah 2/230) 

3.   Sebagai hiburan ketika tertimpa musibah
Berkata Ibn Qayyim, "Sesungguh-nya orang yang mencintai sesuatu akan mendapatkan lezatnya cinta manakala yang ia cintai itu bisa membuat lupa dari musibah yang menimpanya. Ia tidak merasa bahwa itu semua adalah musibah, walau kebanyakan orang merasakannya sebagai musibah. Bahkan semakin menguatlah kecintaan itu sehingga ia semakin menikmati dan meresapi musibah yang ditimpakan oleh Dzat yang ia cintai. (Madarijus-Salikin 3/38). 

4.   Menghalangi dari perbuatan maksiat.
Berkata Ibnu Qayyim (ketika menjelaskan tentang cinta kepada Allah): "Bahwa ia merupakan sebab yang paling kuat untuk bisa bersabar sehingga tidak menyelisihi dan bermaksiat kepada-Nya. Karena sesungguhnya seseorang pasti akan mentaati sesuatu yang dicintainya; dan setiap kali bertambah kekuatan cintanya maka itu berkonsekuensi lebih kuat untuk taat kepada-Nya, tidak me-nyelisihi dan bermaksiat kepada-Nya.
Menyelisihi perintah Allah dan bermaksiat kepada-Nya hanyalah bersumber dari hati yang lemah rasa cintanya kepada Allah.Dan ada perbeda-an antara orang yang tidak bermaksiat karena takut kepada tuannya dengan yang tidak bermaksiat karena mencintainya.
Sampai pada ucapan beliau, "Maka seorang yang tulus dalam cintanya, ia akan merasa diawasi oleh yang dicintainya yang selalu menyertai hati dan raganya.Dan diantara tanda cinta yang tulus ialah ia merasa terus-menerus kehadiran kekasihnya yang mengawasi perbuatannya. (Thariqul Hijratain, hal 449-450) 

5.   Cinta kepada Allah akan menghilangkan perasaan was-was.
Berkata Ibnu Qayyim, "Antara cinta dan perasaan was-was terdapat perbe-daan dan pertentangan yang besar sebagaimana perbedaan antara ingat dan lalai, maka cinta yang menghujam di hati akan menghilangkan keragu-raguan terhadap yang dicintainya.
Dan orang yang tulus cintanya dia akan terbebas dari perasaan was-was karena hatinya tersibukkan dengan kehadiran Dzat yang dicintainya tersebut. Dan tidaklah muncul perasaan was-was kecuali terhadap orang yang lalai dan berpaling dari dzikir kepada Allah Subhannahu wa Ta'ala , dan tidaklah mungkin cinta kepada Allah bersatu dengan sikap was-was. (Madarijus-Salikin 3/38) 

6.   Merupakan kesempurnaan nikmat dan puncak kesenangan.
Berkata Ibn Qayyim, "Adapun mencintai Rabb Subhannahu wa Ta'ala  maka keadaannya tidaklah sama dengan keadaan mencin-tai selain-Nya karena tidak ada yang paling dicintai hati selain Pencipta dan Pengaturnya; Dialah sesembahannya yang diibadahi, Walinya, Rabb-nya, Pengaturnya, Pemberi rizkinya, yang mematikan dan menghidupkannya. Maka dengan mencintai Allah Subhannahu wa Ta'ala akan menenteramkan hati, menghidupkan ruh, kebaikan bagi jiwa menguatkan hati dan menyinari akal dan menyenangkan pandangan, dan menjadi kayalah batin. Maka tidak ada yang lebih nikmat dan lebih segalanya bagi hati yang bersih, bagi ruh yang baik dan bagi akal yang suci daripada mencintai Allah dan rindu untuk bertemu dengan-Nya.
Kalau hati sudah merasakan manisnya cinta kepada Allah maka hal itu tidak akan terkalahkan dengan mencintai dan menyenangi selain-Nya. Dan setiap kali bertambah kecintaannya maka akan bertambah pula pengham-baan, ketundukan dan ketaatan kepada Allah Subhannahu wa Ta'ala  dan membebaskan diri dari penghambaan, ketundukan ketaatan kepada selain-Nya."(Ighatsatul-Lahfan, hal 567)

ORANG-ORANG YANG DICINTAI ALLAH Subhannahu wa Ta'ala
Allah Subhannahu wa Ta'ala  mencintai dan dicintai. Allah Subhannahu wa Ta'ala  berfirman di dalam surat Al-Ma'idah: 54, yang artinya: "Maka Allah akan mendatangkan satu kaum yang Allah mencintai mereka dan merekapun mencintai Allah."
Mereka yang dicintai Allah Subhannahu wa Ta'ala  :
·         Attawabun (orang-orang yang bertau-bat), Al-Mutathahhirun (suka bersuci), Al-Muttaqun (bertaqwa), Al-Muhsinun(suka berbuat baik) Shabirun (bersa-bar), Al-Mutawakkilun (bertawakal ke-pada Allah) Al-Muqsithun (berbuat adil).
·         Orang-orang yang berperang di jalan Allah dalam satu barisan seakan-akan mereka satu bangunan yang kokoh.
·         Orang yang berkasih-sayang, lembut kepada orang mukmin.
·         Orang yang menampakkan izzah/kehormatan diri kaum muslimin di hadapan orang-orang kafir.
·         Orang yang berjihad (bersungguh-sungguh) di  jalan Allah.
·         Orang yang tidak takut dicela manusia karena beramal dengan sunnah.
·         Orang yang berusaha mendekatkan diri kepada Allah dengan ibadah sunnah setelah menyelesaikan ibadah wajib.
SEBAB-SEBAB UNTUK MENDAPATKAN CINTA ALLAH Subhannahu wa Ta'ala
·         Membaca Al-Qur'an dengan memikir-kan dan memahami maknanya.
·         Berusaha mendekatkan diri kepada Allah Subhannahu wa Ta'ala  dengan ibadah sunnah setelah menyelesaikan ibadah yang wajib.
·         Selalu mengingat Allah Subhannahu wa Ta'ala , baik de-ngan lisan, hati maupun dengan anggota badan dalam setiap keadaan.
·         Lebih mengutamakan untuk mencintai Allah Subhannahu wa Ta'ala  daripada dirinya ketika hawa nafsunya menguasai dirinya.
·         Memahami dan mendalami dengan hati tentang nama dan sifat-sifat Allah.
·         Melihat kebaikan dan nikmatNya baik yang lahir maupun yang batin.
·         Merasakan kehinaan dan kerendahan hati di hadapan Allah.
·         Beribadah kepada Allah pada waktu sepertiga malam terakhir (di saat Allah turun ke langit dunia) untuk bermunajat kepadaNya, membaca Al-Qur'an , merenung dengan hati serta mempelajari adab dalam beribadah di hadapan Allah kemudian ditutup dengan istighfar dan taubat.
·         Duduk dengan orang-orang yang memiliki kecintaan yang tulus kepada Allah dari para ulama dan da'i, mendengar-kan dan mengambil nasihat mereka serta tidak berbicara kecuali pembica-raan yang baik.
·         Menjauhi/menghilangkan hal-hal yang menghalangi hati dari mengingat Allah Subhannahu wa Ta'ala .
(Disadur dari kalimat mutanawwi'ah fi abwab mutafarriqah karya Muhammad bin Ibrahim Al-Hamd oleh Abu Muhammad).


 

Copyright 2008 All Rights Reserved | RENUNGAN ISLAMI Designed by Bloggers Template | CSS done by Link Building